Ritual
“Larung Sesaji” di Pantai Tambak
Pantai
Tambak adalah Pantai yang terletak di Desa Tambak Rejo Kec. Wonotirto Kab. Blitar,
Pantai ini terletak di Ujung paling selatan dari Kota Blitar, Setiap
satu tahun sekali ratusan nelayan di pantai tambak menggelar ritual larung
sesaji saat Suro atau bulan 1 Muharam dalam kalender islam, Sebagai wujud Rasa
Syukur atas kelimpahan nikmat hasil lautnya dan sebagai penolak balak untuk
meredam ganasnya ombak pantai agar tidak memakan korban dan terhindar dari
segala bahaya.
Ritual
Larung Sesaji ini diawali dengan prosesi acara kirab dua buah gunungan dan juga
kepala lembu yang di bawa dari balai desa menuju bibir pantai tambak Rejo.
Selain Kedua Tumpeng Raksasa, dalam ritual larung sesaji warga juga membawa
berbagai macam sesaji sebagai kelengkapan ritual. Setelah diberi Doa oleh
Sesepuh Desa, Kedua tumpeng agung yang berisi berbagai hasil bumi serta kepala
lembu, kemudian dilarung ke tengah lautan. Pada prosesi inilah teori max weber
digunakan masyarakat di pantai tambak yang sebagian besar nelayan dilihat dari
cara ritual larung sesaji ini warga nya adalah primitive karena lebih percaya
pada insting/bisikan ghaib dan masih percaya konon apabila tidak melaksanakan
ritual tersebut pantainya akan memakan korban dan terjadi mara bahaya yang
lainnya, Pada ritual larung sesaji ini dipercaya juga bahwa anak ragil dan
bungsu tidak boleh ikut atau melihat ritual larung sesaji di pantai tambak
karena akan terkena bahaya atau terseret ombak, Tetapi pada kenyataannya selain
hari tersebut setiap Tahun pada musim liburan banyak wisatawan yang datang ,
dan selalu memakan korban mungkin saja itu kelalaian wisatawan yang tak
menghiraukan ombak besar tetap bermain air di tepi pantai atau memang setiap
tahun harus memakan korban untuk dijadikan tumbal. Secara logika ritual
tersebut tidak masuk akal karena tiap tahun sudah dilaksanakan ritual tetapi
tetap saja memakan korban.
Perkembangan
warga masyarakat di bibir pantai termasuk berjalan linear selain primitive juga
menuju karismatik, pada tahap ini masyarakatnya percaya pada sesepuh desa atau
tetua adat untuk memimpin ritual larung saji tersebut untuk membacakan doa
selain itu membacakan sejarah asal-usul Desa. Tambak Rejo. Dikisahkan, bahwa
kawasan tersebut merupakan hutan belantara yang lebat, cikal bakal atau
babatnya desa Tambak Rejo tersebut diawali datangnya seorang pelarian perang
zaman penjajahan Belanda bernama Ki Atmo Wijoyo, banyak sekali tantangan yang
dihadapi Ki Atmo Wijoyo mulai dari gangguan mahkluk halus sampai dengan godaan
lapar dan teriknya panas matahari tapi semua itu tidak menjadi masalah. Ki Atmo
berhasil menjalin komunikasi dengan lingkungan barunya dan membina hubungan
dengan masyarakat di luar hutan, sehingga banyak yang tertarik ke pantai yang
di buka Ki Atmo Wijoyo. Jika kemudian masyarakat pantai Tambak Rejo memperoleh
kemakmuran seperti sekarang ini, masyarakatnya percaya bahwa itu berkat ki Atmo
dan menunjukan rasa syukurnya yaitu dengan mengadakan ritual larung sesaji
tersebut.
Pada
Tahap Modern warga masyarakat Desa Tambak Rejo kebanyakan sudah menggunakan
pikiran yang irasional kemajuannya sangat berkembang pesat walaupun tidak
meninggalkan atau menghilangkan Ritual larung sesaji, diadakan ritual sesaji
ini juga untuk menarik wisatawan berkunjung ke pantai sehingga mempunyai nilai
ekonomi yang banyak mulai dari menyediakan parkiran, toilet umum, tempat
kuliner makanan khas tambak yaitu ikan asap, lalu berbagai souvenir oleh-oleh
seperti baju, topi pantai dll. Ada banyuak permainan di pantai banana boat,
naik perahu keliling pantai tambak hingga penyewaan tenda dan ban karet demi
kenyamanan pengunjung pun disediakan. Dengan dipenuhi berbagai fasilitas
tersebut masyarakatnya tidak dalam mencari mata pencaharian tidak bergantung pada
laut saja menjadi nelayan tapi masih banyak profesi yang lainnya. Pengorbanan
memang diperlukan sebagai bagian dari keinginan untuk mencapai harapan yang
lebih besar., berupa kemakmuran. Berbagai nikmat Tuhan yang diturunkan umatnya
untuk menikmati hasil bumi dan lautnya.
Ritual
Larung sesaji tersebut dinamakan dengan Nguri-uri yang diikuti oleh berbagai
kalangan masyarakat dan nelayan, biasanya pula akan ada pejabat yang hadir
seperti Bupati, Dpr dll. Sakralnya ritual ini masih terjaga, dan pantai tambak
ini termasuk pantai yang bersih tidak tercemari oleh tangan-tangan jahil
manusia, Larung sesaji yang mengandung unsur-unsur magis atau mitos merupakan
suatu kepercayaan yang ada pada masyarakat atau kalangan tertentu yang
meyakini, dan mitos merupakan kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran
mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau, Mitos Larung
Sesaji ini dianggap suatu kebenaran yang mutlak yang dijadikan rujukan
masyaraktnya dalam setiap tahun menggelar ritualnya, merupakan suatu dogma yang
suci peninggalan leluhur dan kita harus melestarikannya, hal ini menyiratkan
bahwa dalam mitos pada kenyataannya melahirkan sebuah keyakinan tokoh mitos
bukan tokoh sembarangan, dan keyakinan tersebut mempengaruhi masyarakatnya ke
arah takhayul tergantung bagaimana tanggapan kita terhadap hal tersebut dilihat
dari sisi negatif maupun positifnya.
Dari kesimpulan diatas bisa dijelaskan bahwa
masyarakat desa Tambak Rejo adalah masyarakat yang berjalan linear dari tahap
primitive menuju - tahap karismatik lalu - ke tahap modern. bisa dikatakan
bahwa larung sesaji adalah bentuk masyarakatnya yang masih primitive tetapi
juga percaya adanya tokoh masyarakat yang babat desa itu disini menunjukan
bahwa masyarakatnya juga karismatik, dan sesuai perkembangan zaman masyarakat
Desa Tambak Rejo juga melalui tahap modern karena pemikiran nya irasional tidak
percaya pada hal mistis saja tetapi juga melalui logika.
Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi pembacanya
sehingga bisa mengetahui bahwa adat, kebudayaan indonesia begitu aneka ragam, terutama
masyarakat jawa yang berada di Desa Tambak Rejo, dan kebiasaan itu tetap
dijalankan seiring perkembangan zaman tidak hilang tertelan waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar