MAKALAH
PENDAFTARAN TANAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hukum Agraria
Dosen Pengampu :
Indri Hadisisiwati,SH.,M.Hum
oleh :
Muhammad Jainuri (1712143065)
Muhammad Hasby Saba’ Adnan . S(1712143045)
Gresia Belgis Diansari (1712143029)
FAKULTAS
SYARI'AH DAN ILMU HUKUM
JURUSAN HUKUM
KELUARGA
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
TAHUN AKADEMIK
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan
pesat yang terjadi dalam pembangunan di Indonesia tidak bisa dilepaskan begitu
saja dengan hubungannya akan kepastian pendaftaran tanah. Karena tanah jelas
menjadi aspek utama dan penting dalam pembangunan, dimana seluruh kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat memerlukan tanah untuk melakukan
kegiatan tersebut. Untuk tercapainya kepastian pendaftaran tanah tersebut maka
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 (selanjutnya akan disebut sebagai PP 10/1961) yang telah berlaku
sejak tahun 1961 dipandang memiliki substansi yang sudah tidak dapat lagi
memenuhi tuntutan zaman untuk memberikan kepastian atas-pendaftaran-tanah-tersebut.
Oleh
karenanya pada tanggal 8 Juli 1997 pemerintah menetapkan dan mengundangkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya
akan disebut sebagai PP 24/1997) untuk menggantikan PP 10/1961 tersebut. PP ini
berlaku tiga bulan sejak tanggal diundangkannya (Pasal 66) yang berarti secara
resmi mulai berlaku diseluruh wilayah Indonesia sejak tanggal 8 Oktober 1997
dengan Peraturan Pelaksananya adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
BPN Nomor 3 Tahun 1997 (selanjutnya akan disebut sebagai PerMen 3/1997).
Sementara semua peraturan perundang-undangan sebagai pelaksana dari PP 10/1961
yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti
berdasarkan PP 24/1997 ini ( Pasal 64 ayat (1)).
PP
24/1997 yang menggantikan PP 10/1961 ini merupakan peraturan pelaksana dari
amanat yang ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya akan disebut UUPA) yang
mengatur:”Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Proses dan prosedur Pendaftaran tanah
menurut PP 24/1997 inilah yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Pengaturan Pendaftaran Tanah?
2.
Apa
Pengertian, Asas, Tujuan, dan Manfaat Pendaftaran Tanah?
3.
Bagaimana
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah?
4.
Apa
Objek nya Pendaftaran Tanah?
5.
Bagaimana
Kegiatan Pendaftaran Tanah?
6.
Bagaimana
Pembuktian Hak dalam Pendaftaran Tanah?
7.
Bagaimana
Membuat Sertipikat sebagai Tanda bukti Hak?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Mengetahui
Pengaturan Pendaftaran Tanah?
2.
Mengetahui
Pengertian, Asas, Tujuan, dan Manfaat Pendaftaran Tanah?
3.
Mengetahui
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah?
4.
Mengetahui
Objek nya Pendaftaran Tanah?
5.
Mengetahui
Kegiatan Pendaftaran Tanah?
6.
Mengetahui
Pembuktian Hak dalam Pendaftaran Tanah?
7.
Mengetahui
Bagaimana Membuat Sertipikat sebagai Tanda bukti Hak?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGATURAN
PENDAFTARAN TANAH.
Pada tanggal 24
September 1960 disahkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No. 104 – TLNRI No. 2043. Undang-undang
ini lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sejak
diundangkan UUPA, Berlakulah Hukum Agraria Nasional yang mencabut peraturan dan
keputusan yang dibuat pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, antara lain Agrarische
Wet Stb. 1870 No. 55 dan Agrarische Besluit Stb. 1870 No. 118.
Tujuan
diundangkan UUPA sebagaimana dimuat dalam Penjelasan Umumnya, yaitu:
1.
Meletakkan
dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional, yang akan merupakan alat
untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat,
terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur.
2.
Meletakkan
dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum pertahanan.
3.
Meletakkan
dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyat seluruhnya.
Pemberian jaminan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat indonesia, yang menjadi salah satu
tujuan diundangkan UUPA dapat terwujud melalui dua upaya, yaitu :
1.
Tersedianya
perangkat hukum yang tertulis, lengkap, dan jelas yang dilakasanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuannya.
2.
Penyelenggaraan
pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi pemegang hak atas tanah yang
dikuasanya, dan bagi pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon
kreditur, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang
menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk
melaksanakan kebijaksanaan pertahanan.
Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan
jaminan kepastian hukum dikenal dengan sebutan rechts cadaster/legal cadaster.
Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini,
meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subjek hak, dan
kepastian objek hak. Pendaftaran tanah ini menghasilkan sertifikat sebagai
tanda bukti haknya. Kebalikan dari pendaftaran tanah yang recht cadaster,
adalah fiscaal cadaster, yaitu pendaftaran tanah yang bertujuan untuk
menetapkan siapa yang wajib membayar pajak atas tanah. Pendaftaran tanah ini
menghasilkan surat tanda bukti pembayaran pajak atas tanah, yang sekarang
dikenal dengan sebutan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan
Bangunan (SPPTPBB).
UUPA mengatur pendaftaran tanah yang
bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Pendaftaran tanah ini
menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah ini
menjadi kewajiban bagi Pemerintah maupun pemegang hak atas tanah. Ketentuan
tentang kewajiban tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia diatur dalam
Pasal 19 UUPA, yaitu :
a.
Untuk
menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah, diadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b.
Pendaftaran
tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:
c.
Pengukuran,
perpetaan, dan pembukuan tanah;
d.
Pendaftaran
hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; dan
e.
Pemberian
surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
f.
Pendaftaran
tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan
lalu lintas sosial-ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut
pertimbangan Menteri Agraria.
g.
Dalam
Peraturan Pemerintahan diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran
termaksud dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
UUPA juga mengatur kewajiban bagi
pemegang Hak Milik, pemegang Hak Guna Usaha, dan pemegang Hak Guna Bangunan
untuk mendaftarkan hak atas tanahnya. Kewajiban bagi pemegang Hak Milik atas
tanah untuk mendaftarkan tanahnya diatur dalam Pasal 23 UUPA, yaitu :
(1)
Hak
Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan
hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
pasal 19.
(2)
Pendaftaran
termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya
hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Kewajiban bagi pemegang Hak Guna Usaha untuk
mendaftarkan tanahnya diatur dalam Pasal 32 UUPA, yaitu :
Hak Guna Usaha, termasuk syarat-syarat
pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan tersebut, harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
(1)
Pendaftarn
termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan
serta hapusnya Hak Guna Usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhir.
Kewajiban bagi pemegang Hak Guna Usaha untuk mendaftarkan tanahnya
diatur dalam Pasal 32 UUPA, yaitu:
(1)
Hak
Guna Usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan
dan penghapusan tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang
dimaksud dalam Pasal 19.
(2)
Pendaftaran
termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya
Hak Guna Usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya
berakhir.
Kewajiban bagi pemegang Hak Guna Bangunan untuk mendaftarkan
tanahnya diatur dalam Pasal 38 UUPA, yaitu:
(1)
Hak
Guna Bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2)
Pendaftaran
termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya
Hak Guna Bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak
itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
UUPA juga
mengatur pendaftaran Hak Pakai atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam Pasal
41 UUPA, yaitu :
“Hak Pakai
adalah hak untuk menggunakn dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu
asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini.”
Ketentuan lebih
lanjut pendaftaran tanah menurut pasal 19 ayat (1) UUPA diatur dengan peraturan
Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang diperintahkan di sini sudah dibuat,
semula adalah peraturan pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah, LNRI Tahun 1961 No. 28 – TLNRI No. 2171. Kemudian, Peraturan Pemerintah
No. 10 Tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi dengan disahkan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, LNRI Tahun 1997 No. 59
– TLNRI No. 3696. Tidak berlakunya lagi Peraturan Pemerintah 10 Tahun 1961
dinyatakan dalam Pasal 65 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997, yaitu “Dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961
tentang pendaftaran tanah (LNRI Tahun 1961 No. 28, TLNRI No. 2171) dinyatakan
tidak berlaku lagi.” Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 disahkan pada
tanggal 8 juli 1997, namun baru berlaku secara efektif mulai tanggal 8 Oktober
1997, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 66-Nya. Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 1997 terdiri atas sepuluh bab dan 66 pasal.
Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tersebut merupakan bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka
rechtscadaster (pendaftaran tanah) yang bertujuan memberikan kepastian hukum
dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang
dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tanah tersebut berupa Buku Tanah dan
sertifikat tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur.
Latar Belakang
dibuatnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dinyatakan dalam Konsiderannya
di bawah perkataan “menimbang”, yaitu:
a.
Bahwa
peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan jaminan
kepastian hukum di bidang pertanahan.
b.
Bahwa
pendaftaran yang penyelenggaraannya oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah merupakan
sarana dalam memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksudkan.
c.
Bahwa
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dipandang
tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada
pembangunan nasional, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan.
Ada empat
alasan pokok-pokok dibuatnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997,
sebagaimana yang dimuat dalam Penjelasan Umumnya, yaitu:
a.
Peranan
tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan baik untuk bermukim maupun kegiatan
usaha dalam pembangunan jangka panjang kedua akan semakin meningkat, dan
meningkat pula kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang
pertahanan.
b.
Pendaftaran
tanah yang diselenggarakan berdasarkan peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1961
selama lebih dari 35 Tahun belum cukup memberikan hasil yang memutuskan. Dari
sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru
kurang lebih 16,3 juta bidang yang sudah didaftar.
c.
Kendala
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah terletak pada kekurangan anggaran, alat dan
tenaga, bidang tanah yang jumlahnya besar dan tersebar di wilayah yang luas,
dan sebagian besar penguasaannya tidak di dukung oleh alat-alat pembuktian yang
mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya.
d.
Ketentuan
hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup memberikan kemungkinan
untuk terlaksananya pendaftaran tanah dalam waktu yang singkat dengan hasil
yang lebih memuaskan.
Peraturan
pemerintah No. 24 Tahun 1997 di samping mencabut juga menyempurnakan substansi
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961. Penyempurnaan Peraturan Pemerintah No.
10 Tahun 1961, yaitu dalam hal:
a.
Pengertian
pendaftaran tanah
b.
Asas-asas
dan tujuan penyelenggaraan pendaftaran tanah, disamping untuk memberi kepastian
hukum, juga dimaksudkan untuk menghimpun dan menyajikan informasi yang lengkap
mengenai data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan.
c.
Prosedur
pengumpulan data penguasaan tanah dipertegas, dipersingkat, dan disederhanakan.
Guna menjamin kepastian hukum di bidang penguasaan dan pemilikan tanah, faktor
kepastian letak dan batas setiap bidang tanah tidak dapat diabaikan. Dari
pengalaman masa lalu cukup banyak sengketa tanah yang timbul sebagai akibat
letak dan batas bidang-bidang tanah tidak benar.
d.
Untuk
mempercepat pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang harus didaftar
dimungkinkan menggunakan teknologi modern, seperti Global Positioning System
dan komputerisasi pengolahan dan penyimpanan data.
e.
Dimungkinkan
pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya belum lengkap
atau masih disengketakan.
Peraturan
pemerintah no.24 Tahun 1997 dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang ketentuan
Pelaksanan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran.
Peraturan perundang-undangan yang melaksanakan dan menjadikan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 sebagai dasar pembentukannya, anatara lain:
a.
Peraturan
Pemerintah No.36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar.
b.
Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
c.
Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku pada Badan Pertahanan Nasional.
d.
Peraturan
Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
e.
Permen
Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1998 tentang pemanfaatan Tanah Kosong untu
Tanaman Pangan.
f.
Permen
Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1998 tentang pedoman Penetapan Uang Pemasukan
dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
g.
Permen
Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1998 tentang perubahan Hak Guna Bangunan atau
Hak pakai Atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang Dibebani Hak Tanggungan Menjadi
Hak Milik.
h.
Permen
Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi.
i.
Permen
Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 19989 tentang pelimpahan Kewenangan Pemberian
dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
j.
Permen
Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1999 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
k.
Permen
Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan
Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
l.
Keputusan
Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kepmen Agraria /
Kepala BPN) No. 16 Tahun 1997 tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna
Bangunan atau Hak Pakai, dan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Pakai.
m.
Kepmen
Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah
untuk Rumah Tinggal Yang Telah Dibeli Oleh Pegawai Negeri Dari Pemerintah.
n.
Kepmen
Agraria / Kepala BPN No. 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah
untuk Rumah tinggal.[1]
B.
PENGERTIAN,
ASAS, TUJUAN, DAN MANFAAT PENDAFTARAN TANAH
Menurut A.P.
Parlindungan yang dimaksud pendaftaran tanah, berasal dari kata Cadastre (Bahasa Belanda Kadaster) suatu
istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai,
dan kepemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata ini
berasal dari bahasa latin “Capistratum” yang berarti suatu register atau capita
atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam
arti yang tegas, Cadastre adalah record pada lahan-lahan, nilai daripada tanah
dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian, Cadastre
merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari uraian
tersebut dan juga sebagai Continuous recording (Rekaman yang
berkesinambungan) dari hak tanah. Menurut Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim
Lubis, dari segi istilah, ditemukan istila pendaftaran tanah dalam bahasa latin
disebut “Capistratum”, di Jerman dan Italia disebut “Catastro”,di
Perancis disebut “Cadastre”, di Belanda dan juga di Indonesia dengan istilah
“Kadastrale” atau “Kadaster”. Maksud dari Capistratum atau kadaster dari segi
bahasa adalah suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak
tanah Romawi, yang berarti suatu istilah teknis untuk suatu record
(rekaman)nyang menunjukkan kepada luas, nilai dan kepemilikan atau pemegan hak
suatu bidang tanah, sedangkan kadaster yang modern bisa terjadi atas peta yang
ukuran besar dan daftar-daftar yang berkaitan.
Pengertian
pendaftaran tanah baru dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara
terus menerus, berkesinambungan, dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Dari
pendaftaran tanah tersebut dapat diuraikan unsur-unsurnya, yaitu :
1.
Adanya
Serangkaian Kegiatan
Kata-kata
“serangkaian kegiatan” menunjuk kepada adanya berbagai kegiatan dalam
penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain,
berturutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data
yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang
pertanahan bagi rakyat.
Kegiatan pendaftaran tanah terdiri atas
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali, bentu kegiatannya adalah
pengumpulan dan pengolahan data fisik, pembuktian hak dan pembukuannya,
penerbitan sertifikat, penyajian data fisik dan data yuridis, dan penyimpanan
daftar umum dan dokumen, dan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah,
bentuk kegiatannya adalah pendaftaran peralihan dan pembebanan hak, dan
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.
2.
Dilakukan
oleh pemerintah
Penyelenggaraan
pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugaas negara yang
dilaksanakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan
jaminan kepastian hukumdi bidang Pertanahan.
Instansi
Pemerintah yang menyelenggarakan pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan
Nasional (BPN), sedangkan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota.
3.
Secara
terus menerus, berkesinambungan
Kata-kata
“terus menerus, berkesinambungan” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang
sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia
harus selalu dipelihara, dalam arti disesuaikan dengan perubahan yang terjadi
kemudian hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.
4.
Secara
teratur
Kata “teratur”
menunjukkan bahwa semua kegiatan harus berlandaskan peraturan
perundang-undangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data bukti
menurut hukum, biarpun daya kekuatan pembuktiaannya tidak selalu sama dalam
hukum negara-negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah.
5.
Bidang-bidang
tanah dan satuan rumah susun
Kegiatan
pendaftaran tanah dilakukan terhadap Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun, Hak Tanggungan, dan Tanah Negara.
6.
Pemberian
surat tanda bukti hak
Kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kalinya menghasilkan surat tanda bukti hak
berupa sertifikat atas bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan sertifikat
hak milik atas satuan rumah susun.
7.
Hak-hak
tertentu yang membebaninya
Dalam
pendaftaran tanah dapat terjadi objek pendaftaran tanah dibebani dengan hak
yang lain, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,
dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dijadikan jaminan utang dengan dibebani
Hak Tanggungan, atau Hak Milik atas tanah dibebani dengfan Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai.
Soedikno Mertokusumo menyatakan bahwa dalam pendaftaran tanah
dikenal dua macam asas, yaitu :
a.
Asas
specialiteit
Artinya
pelaksanaan pendaftaran tanah itu diselenggarakan atas dasar peraturan
perundang-undangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran,
pemetaan dan pendaftaran peralihannya.
b.
Asas
openbaarheid (asas publisitas)
Asas ini
memberikan data yuridis tentang siapa yang menjadi subjek haknya, apa nama hak
atas tanah, serta bagaimana terjadinya peralihan dan pembebanannya. Data ini
sifatnya terbuka untuk umum, artinya setiap orang dapat melihatnya.
Dalam Pasal 2
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah
bdilaksanakan berdasarkan asas :
a.
Asas
sederhana
Asas ini
dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah
dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak
atas tanah.
b.
Asas
aman
Asas ini
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftarn tanah perlu diselenggarakan
secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian
hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
c.
Asas
terjangkau
Asas ini
dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak pihak yang memerlukan, khususnya dengan
memerhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang
diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau
oleh pihak yang memerlukan.
d.
Asas
mutakhir
Asas ini
dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan ksinambungan
dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang
mutakhir.
e.
Asas
terbuka
Asas ini
dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan
mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor
Pertanahan Kapubaten/Kota.
Dokumen-dokumen
yang terkait dalam rangka pendaftaran menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997, yaitu:
a.
Daftar
tanah, adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang
tanah dengan suatu sistem penomoran.
b.
Surat
ukur, adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam
bentuk peta dan uraian.
c.
Daftar
nama, adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai
penguasaan fisik dengan suatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai
pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan
hukum tertentu.
d.
Buku
tanah, adaalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan
data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
Tujuan
pendaftaran tanah dimuat dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 24
1997, yaitu:
a.
Untuk
memberikan kepastian hukumdan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu
bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftarn tanah, meliputi:
1)
Kepastian
status hak yang didaftar
Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti
status hak yang didaftar, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bnagunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Tanggungan, Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun atau Tanah Wakaf.
2)
Kepastian
subjek hak
Artinya dengan
pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti pemegang haknya, apakah
perseorangan (warga negara indonesia atau orang asing yang berkedudukan di
indonesia), sekelompok orang secara bersama-sama, atau badan hukum (badan hukum
privat atau badan hukum publik).
3)
Kepastian
objek hak
Artinya dengan
pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti letak tanah, batas tanah,
dan ukuran (luas) tanah.
b.
Untuk
menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah agar dengan mudsah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah.
c.
Untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Progam Pemerintah di bidang pertanahan dikenal dengan Catur Tertib
Pertanahan, Tertib Administrasi Pertanahan, Tertib Penggunaan Tanah, dan Tertib
Pemeliharaan Tanah dan Kelestarian Lingkungan Hidup.
Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dengan diselenggarakan
pendaftaran tanah, yaitu:
a)
Manfaat
bagi pemegang hak
(1)
Memberikan
rasa aman.
(2)
Dapat
mengetahuindengan jelas data fisik dan data yuridisnya.
(3)
Memudahkan
dalam pelaksanaan peralihan hak.
(4)
Harga
tanah menjadi lebih tinggi.
(5)
Dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
(6)
Penetapan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mudah keliru.
b)
Manfaat
bagi pemerintah
(1)
Akan
terwujud tertib administrasi pertanahan sebagai salah satu progam Catur Tertib
Pertanahan.
(2)
Dapat
memperlancar kegiatan Pemerintahan yang berkaitan dengan tanah dalam
pembangunan.
(3)
Dapat
mengurangi sengketa di bidang pertanahan, misalnya sengketa batas-batas tanah,
pendudukan tanah secara liar.
c)
Manfaat
bagi calon pembeli atau kreditur
Bagi calon pembeli atau calon kreditur dapat dengan mudah
memperolehg keterangan yang jelas mengenai data fisik dan data yuridis tanah
akan menjadi objek perbuatan hukum mengenai tanah.[2]
C.
Penyelenggaraan
Pendafdaran Tanah
Dalam pasal 19
ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa yang mengadakan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah Republik Indonesia adalah pemerintah. Namun dalam pasal ini tidak
menyebutkan instansi pemerintah mana yang mengadakan pendaftaran tanah
tersebut. Begitu pula dalam pasal 1 PP No. 10 tahun 1961 hanya menyebutkan
bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh jawatan pendaftaran tanah. Pasal 19
ayat (3) UUPA menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan
mengikat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi
serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangannya. Dalam penjelasan
umum angka IV UUP dinyatakan bahwa “pendaftaran tanah akan diselenggarakan
dengan mengingat pada kepentingan serta keadaan negara dan masyarakat, lau
lintas sosial-ekonomi dan
kemungkinan-kemungkinanya dalam bidang personal dan peralatanya, oleh karna
itu, akan didahulukan penyelenggaraanya dikota-kota lambat laun meningkat pada
kadaster yang meliputi wilayah negara.
UUPA menetapkan
bahwa bagi rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari biaya pendaftaran tanah. Hal
ini ditegaskan dalam pasal 19 ayat (4) UUPA, yaitu” Dalam aturan pemerintah
diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran yang bermaksut dalam
ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
biaya-biaya tersebut. “ Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, pemerintah tidak
mampu membebaskan seluruh biaya pendaftaran tanah yang menjadi kewajiban bagi
pemohon pendaftaran tanah, disebabkan oleh keterbatasan dana yang dimiliki
pemerintah. Pemerintah hanya dapat memberikan subsidi biaya pendaftaran tanah kepada
pemohon pendaftaran tanah. Contoh pendaftaran tanah yang biayanya disubsida
pemerintah adalah Proyek Operasi Nasional Agraria, dan pendaftaran tanah secara
sistematik melalui Ajudikasi.
Peraturan pemerintah
No. 24 tahun 1997 secara tekgas menyebutkan bahwa instansi pemerintah yang
menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
pasal 5 yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN), selanjutnya dalam pasal 6 ayat
(1) ditegaskan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut,
tugas pelaksanaan dilakukan oleh kepala kantor Pertanahan kabupaten/kota .
Badan Nasional pada mulanya diatur dengan keputusan presiden No. 10 Tahun 2006
tetang badan pertanahan nasional, Dalam
struktur organisasi, Badan Pertanahan Nasional dibagi tiga berdasarkan wilayah,
yaitu:
1.
Ditingkat
pusat (ibu kota republik indonesia) dibentiuk Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia (BPNRI).
2.
Ditingkat
Provinsi dibentuk kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi (kanwil BP
Provinsi).
3.
Di
Tingkat kabupaten/kota dibentuk kantor pertanahan kabupaten/kota (Kantah
Kabupaten/Kota)
Dalam
melaksanakan pendaftaran tanah, kepala kantor pertanahan Kabupaten/kota dibantu
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut peraturan Pemerintah No 24
Tahun 1997 dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. pejabat-pejabat
yang membantu kepala kantor pertanahan Kabupaten/Kota pelaksanaan pendaftaran
tanah, antara lain:
a.
Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Peran PPAT dalam pelaksanaan pendaftaran tanah ialah dalam hal
pembuatan akta pemndahan hak dan akta pemberian hak tanggungan atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah susun.
b.
Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Peran PPAIW dalam pelaksanaan pendaftaran tanah adalah dalam hal
pembuatan Akta Ikrar Tanah Hak Milik.
c.
Pejabat
dari Kantor Lelang.
Peran dari Pejabat Kantor Lelang dalam pelaksanaan kantor Lelang
adalah dalam hal pembuatan Beriata Acara Lelang atas hak atas tanah atau hak
milk atas satuan rumah susun.
d.
Panitia
Ajudikasi.
Peran Panitia Ajudikasi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah adalah
dalam hal pendaftaran tanah secara sistematik. Semua kegiatan dalam pendaftaran
tanah secara sistematik dari awal hingga pendatatanganan sertipikat hak atas
tanah dilaksanakan oleh Panitia Ajudikasi.
D. Objek Pendaftaran Tanah
UUPA mengatur bahwa hak-hak atas tanah yang
didaftar hanyalah Hak Milik (Pasal 23), Hak Guna Usaha (Pasal 32), Hak Guna
Bangunan (Pasal 38), dan Hak Pakai (Pasal 41), sedangkan Hak Sewa untuk
bangunan tidak wajib didaftar. Menurut Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997, objek
pendaftaran tanah adalah sebagai berikut:
1.
Hak Milik.
Hak Milik
adalah hak turun-temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (Pasal 20 Ayat (1) UUPA). Yang
dapat mempunyai Hak Milik, adalah:
a.
Hanya warga negara Indonesia.
b.
Bank Pemerintah atau badan keagamaan dan badan
sosial (Permen Agraria/ Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian
dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan).[3]
2.
Hak Guna Usaha.
Hak Guna Usaha
adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam
jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun
guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan (Pasal 28 Ayat (1) UUPA).
Yang dapat
mempunyai Hak Guna Usaha, adalah:
a.
Warga Negara Indonesia.
b.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Berdasarkan
Pasal 8 PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai Atas Tanah, jangka waktu Hak Guna Usaha, adalah untuk pertama kalinya
paling lama 35 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25
tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 35 tahun.[4]
3.
Hak Guna Bangunan.
Hak Guna
Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas
tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun (Pasal 35 Ayat (1)
dan Ayat (2) UUPA). Yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan, adalah:
a.
Warga negara Indonesia.
b.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Dilihat dari
asal tanahnya, Hak Guna Bangunan dapat terjadi pada tanah negara, tanah Hak
Pengelolaan, dan tanah Hak Milik. Jangka waktu Hak Guna Bangunan atas tanah
negara dan tanah Hak Pengelolaan menurut Pasal 25 PP No. 40 Tahun 1996 adalah
untuk pertama kalinya paling lama adalah 30 tahun, dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 20 tahun, dapat diperbarui untuk jangka waktu paling
lama 30 tahun. Sedangkan jangka waktu Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik
menurut Pasal 29 PP No. 40 Tahun 1996, adalah paling lama 30 tahun, tidak
dapat diperpanjang, tetapi dapat diperbarui haknya atas kesepakatan pihak
pemilik tanah dan pemegang Hak Guna Bangunan.
4.
Hak Pakai.
Hak Pakai
adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian sewa menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini (Pasal 41 Ayat (1) UUPA). Yang dapat
mempunyai Hak Pakai, adalah:
a.
Warga negara Indonesia.
b.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
c.
Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen,
dan Pemerintah Daerah.
d.
Badan-badan keagamaan dan sosial.
e.
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
f.
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia.
g.
Perwakilan negara asing dan perwakilan badan
Internasional.
Hak Pakai ada
yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan dan ada yang diberikan
untuk jangka waktu yang ditentukan. Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu
yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu
diberikan kepada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah
Daerah, Perwakilan Negara Asing Perwakilan Badan Internasional, Badan
Keagamaan, dan Badai Sosial. Jangka waktu Hak Pakai atas tanah negara dan tanah
Hal Pengelolaan adalah untuk pertama kalinya paling lama 25 tahur dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahur dan dapat diperbarui untuk
jangka waktu paling lama 25 tahun jangka waktu Hak Pakai atas tanah Hak Milik
adalah paling lama 25 tahun, tidak dapat diperpanjang, akan tetapi dapat
diperbarui haknya atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dan pemegang Hak
Pakai.
5.
Tanah Hak Pengelolaan.
Hak Pengelolaan
menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 jo. Pasal 1
angka 4 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo. Pasal 1 angka 3 Permen
Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 jo. Pasal 1 angka 3 Permen Agraria/ Kepala
BPN No. 9 Tahun 1999, adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Pengertian Hak
Pengelolaan secara lebih lengkap dimuat dalam Pasal 2 Ayat (3) Undang-Undang
No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 21 Tahun 1997
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jo. Pasal 1 PP No. 36 Tahun
1997 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena
Pemberian Hak Pengelolaan, adalah hak menguasai dari negara atas tanah yang
kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk
merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk
keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada
pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Yang dapat mempunyai
Hak Pengelolaan, adalah:
a.
Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah.
b.
Badan Usaha Milik Negara.
c.
Badan Usaha Miliki Daerah.
d.
PT. Persero.
e.
Badan Otorita.
f.
Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang
ditunjuk oleh Pemerintah.
g.
Tanah Wakaf.
Wakaf tanah Hak
Milik diatur dalam Pasal 49 Ayat (3) UUPA, yaitu perwakafan tanah milik
dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Menurut Pasal 1 Ayat (1)
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, yang
dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam. Hak atas tanah
yang dapat diwakafkan untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum
lainnya menurut ajaran Agama Islam hanyalah Hak Milik. Dalam perwakafan tanah
Hak Milik terdapat pihak yang mewakafkan tanah disebut Wakif, pihak menerima
tanah wakaf disebut Nadzir, pihak yang membuat Akta Ikrar Wakaf adalah Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf, dan pihak yang mendaftar tanah yang diwakafkan adalah
Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.
7.
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Satuan rumah
susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara
terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum
(Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 16 Tahun 1985). Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah,
meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang
semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan (Pasal 8 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang No. 16 Tahun 1985).
8.
Hak Tanggungan
Hak Tanggungan
adalah hak jaminan yang dibebankan kepada, hak atas tanah sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasai utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor
lain (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996). Hak-hak yang dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Guna Bangunan atas tanah
Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuannya wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, dan Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau
Hak Pakai atas tanah negara.
9.
Tanah Negara
Tanah negara
atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah yang tidak dipunyai
dengan sesuatu hak atas tanah (Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997). Dalam hal tanah negara sebagai objek pendaftaran tanah, pendaftarannya
dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam
daftar tanah. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran.Untuk tanah negara tidak
disediakan buku tanah dan oleh karenanya di atas tanah negara tidak diterbitkan
sertifikat.
Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tidak konsisten mengenai objek pendaftaran
tanah.Dalam Pasal 9-nya ditetapkan bahwa Hak Sewa untuk Bangunan (HSUB) tidak
termasuk objek pendaftaran tanah. Namun demikian, dalam Pasal 44 Ayat (1) nya
dinyatakan bahwa “Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun, pembebanan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Sewa
Untuk Bangunan (garis bawah penulis) atas Hak Milik, dan pembebanan lain pada
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang ditentukan dengan
peraturan perundang-undangan, dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Atas dasar ketentuan Pasal 44 Ayat
(1) ini menunjukkan bahwa Hak Sewa untuk Bangunan yang diatur dalam Pasal 44
dan Pasal 45 UUPA termasuk objek pendaftaran tanah, sehingga harus didaftar ke
Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota. Objek pendaftaran tanah sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan,
kemudian disatukan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Bukti
tersebarnya objek pendaftaran tanah dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna
Bangunan pendaftarannya diatur dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40
Tahun 1996.
b.
Hak Pakai pendaftarannya semula diatur dalam
Peraturan Menteri Agraria No. 1 Tahun 1966, kemudian
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996.
c.
Hak Pengelolaan pendaftarannya diatur dalam
Peraturan Menteri Agraria No. 1 Tahun 1966 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
No. 1 Tahun 1977.
d.
Tanah wakaf pendaftarannya diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977.
e.
Hak Tanggungan diatur dalam Undang-Undang No. 4
Tahun 1996.
f.
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
pendaftarannya diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 1985.
Objek
pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, kecuali tanah
negara dibukukan dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda
bukti haknya.Objek pendaftaran tanah bila dikaitkan dengan sistem pendaftaran
tanah menggunakan sistem pendaftaran tanah (registration of titles) bukan
sistem pendaftaran akta (registration of deed).Sistem pendaftaran hak tampak
dengan adanya Buku Tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data
fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai Surat
tanda bukti hak yang didaftar. Sedangkan dalam pendaftaran akta, yang
didaftar bukan haknya, melainkan justru aktanya yang didaftar, yaitu
dokumen-dokumen yang membuktikan diciptakannya hak yang bersangkutan dan
dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum mengenai hak tersebut
kemudian.Pendaftaran tanah menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 menganut sistem pendaftaran hak bukan sistem pendaftaran akta.
E.
Kegiatan
Pendaftaran tanah
Menurut pasal 19 ayat (2) UUPA, kegiatan pendaftaran tanah yang
dilakukan oleh pemerintah, meliputi:
1.
Pengukuran,
perpetaan, dan pembukuan tanah.
2.
Pendaftaran
hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
3.
pemberian
surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Kegiatan pendaftaran tanah dalam pasal 19 ayat (2) UUPA dijabarkan
lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, Yaitu:
a.
Kegiatan
Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali (Opzet atau Intial Regristration).
Yang dimaksud dengan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah
kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap Objek Pendaftaran tanah yang
belum didaftar berdasarkan perturan pemerintah No. 10 Tahun 1961 atau peraturan
pemerintah No. 24 Tahun 1997 (pasal 1 angka 9 peraturan pemerintah No. 24 Tahun
1997).
Pendaftaran
tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran
tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan (pasal 1
angka 10 peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997). Pendaftaran tanah secara
sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di
wlayah-wilayah yang ditetapkan oleh Mentri Negara Agraria/kepala Badan
Pertanahan Nasional. Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistemayik,
Kepala Kantor Kabupaten/Kota dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh
Mentri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Pendaftaran
Tanah secara Sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai
satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah
suatu desa atau kelurahan secara individual ayau masal (pasal 1 angka 11
peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997). Dalam suatu desa/kelurahan belum
ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, maka
pendaftaran tanahnya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara Sporadik.
Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang
berkepentingan. Pendaftaran tanah secara Sporadik dapat dilakukan secara
perseorangan atau masal.
Kegiatan
pendaftaran untuk pertama kali, meliputi:
1)
Pengumpulan
dan Pengolahan data fisik.
Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan
kegiatan pengukuran dan pemetaan. Kegiatannya, meliputi:
(a)
Pembuatan
peta dasar pendaftaran.
(b)
penetapan
batas bidang-bidang tanah.
(c)
Pengukuran
dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran.
(d)
Penbuatan
daftar tanah.
Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
identitasbidang tanah dengan suatu sistem penomoran (pasal 1angka 16 perturan
pemerintah No. 24 Tahun 1997).
Bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor
pendaftarannya pada peta pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah. Bentul, isi,
cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaan daftar tanah diatur oleh Mentri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
(e)
Pembuatan
Surat Ukur
Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah
dalam bentuk peta dan uraian (pasal 1 angka 17 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997).
Bagi bidang-bidang tanah
yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur
untuk keperluan pendaftaran haknya.
2)
Pembuktian
Hak dan Pembukuannya. Kegiatannya meliputi:
(a)
Pembuktian
hak baru.
(b)
Pembuktian
hak lama.
(c)
Pembukuan
hak.
(d)
Penerbitan
sertipikat.
(e)
Penyajian
data fisik dan data yuridis.
(f)
Penyimpanan
daftar umum dan dokumen.
b.
Kegiatan
Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah (Bijhouding atau maintenance)
Yang dimaksud dengan pemeliharaan data Pendaftaran tanah adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam
peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan
sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian (pasal 1Ayat 12
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997).
Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi
perubahan pada data fisik atau data yuridis objek pendaftaran tanah yang telah
terdafar. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan data
fisik atau data yuridis tersebut pada kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat
untuk dicatat dalam buku tanah.
Kegiatan
pemeliharaan data pendaftaran tanah, terdiri atas:
1)
Pendaftaran
peralihan dan pembebanan hak, maliputi:
(a)
Pemindahan
hak.
(b)
Pemindahan
hak dengan lelang.
(c)
Peralihan
hak karena pewarisan.
(d)
Peralihan
hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi.
(e)
Pembebanan
hak.
(f)
Penolakan
pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.
2)
Pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah, meliputi:
(a)
Perpanjangan
jangka waktu hak atas tanah.
(b)
Pemecahan,
Pemiahan, dan Pennggabungan biadang tanah.
(c)
Pembagian
hak bersama.
(d)
Hapusnya
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun.
(e)
Peralihan
dan hapusya Hak tanggungan.
(f)
Perubahan
data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
(g)
Perubahan
nama.
Perubahan Yuridis dapat berupa:
1)
Peralihan
karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainnya.
2)
Peralihan
hak karena pewarisan.
3)
Peralihan
hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi.
4)
Pembebanan
hak tanggungan.
5)
Peralihan
hak tanggungan.
6)
Hapusnya
hak atas tanah, hak pengelolaan, hak milik atas satuan rumah susun dan hak
tanggungan.
7)
Pembagian
hak bersama.
8)
Perubahan
data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau penetapan ketua
pengadilan.
9)
Perubahan
nama akibat pemegang hak yang ganti nama.
10)
Perpanjangan
jangka waktu atas tanah.
F.
PEMBUKTIAN
HAK DALAM PENDAFTARAN TANAH
Dalam pasal 23
peraturan pemerintah no. 24 tahun 1997 dinyatakan bahwa dalam rangka memperoleh
kebenaran data yuridis bagi hak-hak yang baru dan untuk keperluan pendaftaran
hak dibuktikan dengan:
a.
Hak
atas tanah baru dibuktikan dengan:
1)
Penetapan pemberian hak dari dsari pejabat
yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku
apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah negara atau tanah Hak
Pengelolaan.
Penetapan pejabat yang berwenang mengenai pemberian hak atas
tanah negara dapat dikeluarkan secara individual, kolektif ataupun secara umum.
Pada saat ini pengaturan tentang pejabat yang
berwenang menertibkan surat keputusan pemberian hak atas tanah negara atau
tanah Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional (Permen Agraria/Kepala BPN) No.3 tahun 1999 tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas
Tanah Negara. Permen Agraria/Kepala BPN no. 3 tahun 1999 dinyatakan tidak
berlaku lagi oleh Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional no. 1 tahun 2011
tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran
Tanah Tertentu. Prosedur pemberian hak atas tanah Negara atau tanah Hak
Pengelolaan diatur dalam Permen Agraria/Kepala BPN no. 9 tahun 1999 tentang
Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
2)
Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang Hak
Milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai Hak Guna Bangunan
dan Hak Pakai atas tanah Hak Milik.
Pemberian Hak Guna
Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik di samping diatur dalam Peraturan
Pemerintah no. 40 tahun 1996, juga diatur dalam Permen Agraria/Kepala BPN no. 3
tahun 1997.
b.
Hak
Pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian Hak Pengelolaan oleh pejabat
yang berwenang.
Penetapan pemberian Hak Pengelolaan berupa diterbitkannya Surat
Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia.
Mekanisme pemberian Hak Pengelolaan diatur dalam Permen Agraria/Kepala
BPN no. 9 tahun 1999.
c.
Tanah
wakaf dibuktikan dengan Akta Ikrar Wakaf.
Yang dimaksud
dengan Akta Ikrar Wakaf adalah Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah no. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Ketentuan
mengenai pembukuan wakaf ditinjau dari sudut objeknya, pembukuan terebut
merupakan pendaftaran untuk pertama kali, meskipun bidang tanah yang
bersangkutan sebelumnya sudah didaftar sebagai tanah Hak Milik.
Pejabat yang
berwenang menertibkan Akta Ikrar Wakaf adalah Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) yang dijabat oleh Kepala KUA.
d.
Hak
milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan.
Hak milik atas
satuan rumah susun adalah hak pemilikan individual atas suatu satuan rumah
susun tertentu, yang meliputi dan
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hak bersama atas apa yang
disebut bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, tempat banguna rumah
susun itu didirikan. Pembukuan hak milik atas satuan rumah susun dilakukan
berdasarkan akta pemisahan,yang menunjukkan satuan rumah susun yang mana yang
dimiliki dan berapa bagian proporsional pemiliknya atas benda-benda yang dihaki
bersama tersebut.
Yang dimaksud
dengan akta pemisahan satuan rumah susun menurut Pasal 1 huruf e Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 3 tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah
tengtang Rumah Susun, adalah akta pemisahan atas satuan rumah susun yang harus
didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan sertifikat hak atas tanah, izin
layak huni beserta warkat-warkat lainnya.
Pembukuan hak
milik atas satuan rumah susun merupakan pendaftaran untuk pertama kali, biarpun
hak atas tanah tempat banguna gedung yang bersangkutan berdiri sudah didaftar.
Pejabat yang
berwenang mengesahkan akta pemisahan rumah susun adalah Bupati atau Walikota
setempat berdasarkan Pasal 4 Peraturan Kepala BPN no. 2 tahun 1989 tentang
Bentuk dan Tata Cara Pengisian Serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun.
e.
Pemberian
Hak Tnggungan dibuktikan dengan akta pemberian Hak Tanggungan.
Yang dimaksud
dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah Akta Pemberian Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang no. 4 tahun 1996.
Akta Hak
Pemberian Tanggungan menurut Pasal 1 angka 5 Undang-undang no. 4 tahun 1996
adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditur tertentu
sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.
Pasal 24 Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997 menyatakan bahwa
dalam rangka memperoleh kebenaran data yuridis bagi hak-hak lama dan untuk
keperluan pendaftaran hak dibuktikan melalui dua cara, yaitu:
a.
Hak
atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat
bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan
saksi dan/atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh
Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala
Kantor Pertanahan dalam pentaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk
mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Bukti
kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang
hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti
hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan
hak.
Alat-alat
bukti tulis yang dimaksudkan dapat berupa:
1)
Grosse
akta hak eigendom yang diterbitkan
berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad 1834-27), yang telah
dibubuhi catatan bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak
milik;
2)
Grosse
akta hak eigendom yang diterbitkan
berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad 1834-27) sejak
berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran anah dilaksanakan menurut peraturan
pemerintah no. 10 tahun 1961 di aderah yang bersangkutan;
3)
Surat
tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan Swapraja yang
bersangkutan;
4)
Sertifikat
hak milik yang diterbikan berdasarkan peraturan menteri Agraria no. 9 tahun
1959;
5)
Surat
keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun
sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak
yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya;
6)
Akta
penindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh
Kepala Adat/ Kepala Desa/ Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya peraturan
pemerintah no. 24 tahun 1997;
7)
Akta
pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan;
8)
Akta
ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan
peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977;
9)
Risalah
lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang, yang tanahnya belum
dibukukan;
10)
Surat
penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh
Pemerintah atau Pemerintah daerah;
11)
Petuk
Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, ketitir dan Verponding Indonesia sebelum
berlakunya peraturan pemerintah no. 10tahun 1961;
12)
Surat
keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan;
13)
Lain-lain
bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud
Pasal II, pasal VI, dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
Dalam hal bukti
tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi pembuktian kepemilikan itu,
dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang
dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat panitia ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik. Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang
cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan tersebut.
b.
Dalam
hal atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian, pembukuan hak
dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik oleh pemohon pendaftaran
dan pendahulu-pendahulunya dengan memenuhi syarat sebagai berikut:
1)
Penguasaan
dan penggunaan tanah dilakukan secara nyata dan dengan i’tikad baik selama 20
tahun atau lebih secara berturut-turut;
2)
Kenyataan
penguasaan dan penggunaan tanah tersebut tidak diganggu gugat dan karena itu
dianggap diakuidan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan
yang bersangkutan
3)
Kenyataan
tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;
4)
Pihak
lain telah diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman;
5)
Kebenaran-kebenaran
tersebut di atas telah diteliti;
6)
Kesimpulan
mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa
pengakuan hak yang bersangkutan oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah
secara sistematik, dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah
secara sporadik.
G.
SERTIFIKAT
SEBAGAI TANDA BUKTI HAK
Salah satu
tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 3 peraturan
pemerintah no. 24 tahun 1997, adalah untuk memberikan kepastian hukum
danperlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah
susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan hukum, kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan
sertifikat hak atas tanah.
Kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kalinya menghasilkan surat tanda bukti hak,
yang berupa sertifikat. Pengertian sertifikat menurut Pasal 1 angka 20
Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997, adalah surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah,
hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan.
Sertifikat
diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Sedangkan pejabat yang
menandatangani sertifikat, yaitu:
a.
Dalam
pendaftaran tanah secara sistematik, sertifikat ditandatangani oleh Ketua
Panitia Ajudikasiatas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
b.
Dalam
pendaftaran secara sporadik yang bersifat individual (perseorangan), sertifikat
ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
c.
Dalam
pendaftaran secara sporadik yang bersifat massal, sertifikat ditandatangani
oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota.
Maksud
diterbitkan sertifikat dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
adalah agar pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai
pemegang haknya. Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang
bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar
dalam buku tanah.
Pihak yang
menerima penyerahan sertifikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota, yaitu:
a.
Untuk
hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang dipunyai oleh satu
orang, sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum
dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain
yang dikuasakan olehnya.
b.
Untuk
tanah wakaf, sertifikat diserahkan kepada Nadzirnya atau pihak lain yang
dikuasakan olehnya.
c.
Dalam
hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertifikat diterimakan kepada ahli
warisnya atau salah seorang wari dengan persetujuan para ahli waris yang lain.
d.
Untuk
hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama
beberapa oreng atau beadan hukum diterbitkan satu sertifikat, yang diterimakan
kepada salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang
hak bersama yang lain.
e.
Untuk
Hak Tanggungan, sertifikat diterimakan kepada pihak yang namanya tercxantum
dalam buku tanah yang bersangkutan atau kepada pihak lain yang dikuasakan
olehnya.
Ada
bermacam-macam sertifikat berdasarkan objek pendaftaran tanah dalam Peraturan
Pemerintah no. 40 tqhun 1996 dan Peraturan pemerintah no. 24 tahun 1996, yaitu:
a.
Sertifikat
hak milik
b.
Sertifikat
hak guna usaha
c.
Sertifikat
hak guna bangunan atas tanah bangunan
d.
Sertifikat
hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan
e.
Sertifikat
hak pakai atas tanah negara
f.
Sertifikat
hak pakai atas tanah hak pengelolaan
g.
Sertifikat
tanah hak pengelolaan
h.
Sertifikat
tanah wakaf
i.
Sertifikat
hak milik atas satuan rumah susun
j.
Sertifikat
hak milik atas satuan non rumah susun
k.
Sertifikat
hak tanggungan
Sifat
pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak disebutkan dalam pasal 19 ayat
(2) huruf c UUPA, yaitu sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat, yaitu
data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertifikat dianggap benar
sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya oleh alat bukti yang lain yang dapat
berupa sertifikat atau selain sertifikat.
Sifat
pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak dimuat dalam pasal 32 Peraturan
Pemerintah no. 24 tahun 1997, yaitu:
1.
Sertifikat
merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data
fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur
dan buku tanah yang bersangkutan.
2.
Dalam
hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama
orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad baik dan
secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah
itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5
tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara
tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang
bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan
tanah atau penerbitan sertifikat.
Ketentuan pasal
32 ayat (1) Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997 merupakan penjabaran dari
ketentuan pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2), pasal 32 ayat (2), dan
pasal 38 ayat(2) UUPA, yang berisikan bahwa pendaftaran tanah menghasilkan
surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan
ketentuan pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997, maka sistem
publikasi pendaftaran tanah yang dianut adalah sistem publikasi negatif, yaitu
sertifikat hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat dan bukan
merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak. Hal ini berarti bahwa
data yuridis yang tercantum dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus
diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada
alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya.
Sertifikat
sebagai surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak apabila memenuhi unsur-unsur
secara kumulatif, yaitu:
a.
Sertifikat
diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum
b.
Tanah
diperoleh dengan iktikad baik
c.
Tanah
dikuasai secara nyata
d.
Dalam
waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu, tidak ada yang mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat ataupun tidak mengajukan gugatan ke
pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendaftaran
tanah bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum yang dikenal dengan sebutan
rechts cadaster/legal cadaster.
Pengertian
pendaftaran tanah baru dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara
terus menerus, berkesinambungan, dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pasal 19 ayat
(3) UUPA menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengikat
keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta
kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangannya.
UUPA mengatur bahwa hak-hak atas tanah yang didaftar
hanyalah Hak Milik (Pasal 23), Hak Guna Usaha (Pasal 32), Hak Guna Bangunan
(Pasal 38), dan Hak Pakai (Pasal 41)
Menurut pasal
19 ayat (2) UUPA, kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh pemerintah,
meliputi:
a.
Pengukuran,
perpetaan, dan pembukuan tanah.
b.
Pendaftaran
hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c.
pemberian
surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dalam pasal 23 peraturan pemerintah no. 24 tahun 1997 dinyatakan
bahwa dalam rangka memperoleh kebenaran data yuridis bagi hak-hak yang baru dan
untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah dibuktikan Penetapan pemberian hak
dari pejabat.
Sertifikat Tanah menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah no.
24 tahun 1997, adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19
ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak
milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
B.
Saran
Dengan adanya
makalah ini kami dari pemakalah berharap agar mahasiswa dengan adanya bacaan
ini mampu untuk menambah wawasan maupun pengetahuan tentang Hukum Agraria,
kususnya bab yang ada di makalah ini.
[1]
Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Kencana, 2014), hal 285
[2]
Urip Santoso,…Ibid, hal 287
[3]Urip
Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Kencana, 2014), hal 299
[4]Urip
Santoso,…Ibid, hal 299
[5]
Urip Santoso,…Ibid, hal 315
Tidak ada komentar:
Posting Komentar