Rabu, 28 September 2016

Tugas Sosiologi Hukum tentang "Pengalaman Pelanggaran Kaidah Hukum"



Kaidah Hukum
(Larangan Mengebut  Saat Mengemudi)

Larangan Mengebut  Saat Mengemudi yaitu bentuk larangan yang tegas melarang pengguna jalan untuk mengemudi dengan kecepatan tinggi tidak peduli situasi, kondisi cuaca, dan keamanan, yang akan membahayakan pengguna jalan yang lain.
Mengebut adalah kebiasaan yang mendarah daging, seseorang menjadi terbiasa ngebut di jalan karena ada beberapa faktor yaitu : 1) Karena ketagihan dengan perasaan menyenangkan yang muncul ketika adrenalin yang terpacu saat berkendara dengan kecepatan tinggi, 2) Seseorang yang sedang dikejar-kejar waktu bisa saja akan berusaha untuk dapat cepat sampai di tempat tujuan, misalnya saja seperti takut terlambat sampai sekolah, ada janji acara pertemuan bisnis yang waktunya sudah mepet, 3) Kadangkala orang mengebut untuk menghindarkan diri dari sesuatu hal yang tidak diinginkan, contohnya seperti melarikan diri dari kejaran penjahat.
Peraturan tentang pelanggaran lalu lintas pasal 287 (5) jo 106 (4) yang melanggar batas kecepatan akan dikenakan denda Rp 500 ribu, tetapi tidak membuat efek jera bagi pelanggarnya, dengan dalih aturan dibuat untuk dilanggar maka jika tidak ada pelanggaran aturan pun tidak perlu untuk dibuat.
            Hal itu terjadi pada saya sendiri, setiap pagi berangkat ke kampus saya naik motor dengan jarak rumah yang cukup jauh sekitar 45 km, Dari Blitar ke Tulungagung membutuhkan waktu selama 45 menit untuk mencapai tujuan, Saya suka mengulur waktu sehingga berangkat dengan waktu yang mepet dan mengharuskan saya untuk naik motor dengan kecepatan tinggi sekitar 80 km/jam, Tidak peduli dengan jalanan yang ramai , truk tronton yang berjejer pun saya lewati , Lampu merah yang baru saja menyala saya terobos juga.
         Setiap hari ngebut dijalan selalu saya lakukan untuk mengejar waktu agar tidak terlambat di kampus, berangkat Jam 06.25 sampai di Kampus Jam 7.00 adalah hal yang biasa tetapi saat dijalan membutuhkan konsentrasi sangat tinggi kalau tidak bahkan nyawa saya pun jadi taruhannya. Sampai detik ini jujur saya belum terkena tilang polisi, jadi untuk ngebut di jalan kebiasaan saya tanpa takut untuk melakukannya.
         Suatu ketika hampir saja nyawa saya melayang, Saat mengendarai motor tiba-tiba ban depan motor saya pecah pada waktu itu saya mengendarai motor dengan kecepatan tinggi melewati jalan tikungan, Sontak saja saya jatuh ditengah jalan tapi saat itu saya sangat beruntung karena tidak ada motor, mobil atau truk yang lewat, Posisi jalan tersebut masih sepi jadi saya terhindar dari maut apabila jalan tersebut ramai maka saya bisa tertabrak pengguna jalan yang lain.
          Kejadian tersebut tidak membuat saya jera untuk lebih hati-hati mengendarai motor dan berangkat tidak mepet waktu, Seakan-akan ngebut hal yang sudah mendarah daging karena kebiasaan yang sulit dihilangkan. Padahal kasus kecelakaan sudah banyak akibat ngebut di jalanan, tapi apa boleh buat lebih baik ngebut daripada berangkat awal. Sebenarnya saya menyadari apabila hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang akan membahayakan nyawa saya dan pengguna jalan yang lain.
            Saya termasuk orang yang melakukan pelanggaran dari Kaidah Hukum, Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia.
            Saya mencoba untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut, hari demi hari untuk bangun lebih pagi lagi menyiapkan semua keperluan lalu berangkat lebih awal, saya sadar bahwa ngebut bukan solusi atau alternaltif yang tepat dan kebiasaan tersebut tidak bisa saya lakukan terus menerus akan membahayakan saya sendiri dan pengguna jalan yang lain. peraturan lalu lintas mewajibkan pengemudi untuk bergerak dengan kecepatan keterbatasan yang tepat pada bagian jalan, sementara memperhitungkan intensitas arus lalu lintas, keadaan permukaan jalan dan kondisi cuaca.
         Persoalan mengendarai kendaraan bermotor bukan saja tentang membawa kendaraan dengan kecepatan super, tapi juga berbicara tentang kedisiplinan dalam berkendaraan. Lihat saja, pemandangan sehari-hari yang terlihat di jalanan adalah begitu banyaknya orang yang tidak taat pada aturan lalu lintas, atau dengan sengaja melanggar aturan lalu lintas. Sadar sedari dini memacu kendaraan dengan kecepatan normal akan memicu pengendara yang lain untuk mengemudi dengan kecepatan rendah. Sehingga kecelakaan di jalan bisa diminimalisir.
         Tindakan ugal-ugalan seperti yang dipaparkan di atas bukanlah tindakan orang yang berpendidikan dan bukan tindakan yang bertanggung jawab. Tetapi pada kenyataan banyak orang yang berpendidikan melanggar aturan lalu lintas tersebut, dan saya adalah salah satu orang hukum yang melanggar hukum. Sangat miris sekali tetapi saya akan mengubah kebiasaan ngebut tersebut, agar tidak merugikan pengguna jalan yang lain.





         Ngebut secara tidak langsung adalah mati dengan bunuh diri walaupun tidak menyadari hal tersebut tetapi ngebut dilakukan secara sadar dan terburu-buru mengejar waktu. Bayangkan saja jika ketika ngebut dan mati seketika di tempat, betapa sedihnya keluarga dan orang terdekat, dan amalan di dunia belum menyukupi. Maka mulai saat ini kurangi kecepatan mengemudi jangan mati sia-sia karena ngebut di jalan.
           Dari kejadian tersebut dapat disimpulkan bahwa, Berhati-hatilah saat berkendara jangan lupa memakai helm, dan membawa perlengkapan surat motor yang lainnya, sebelum berkendara tidak lupa membaca Basmalah terlebih dahulu, karena aturan dibuat demi kesejahteraan bersama, Patuhi dan taati aturan tersebut jangan ngebut di jalanan, Insya Allah kita akan selamat sampai tujuan.

Kaidah-kaidah Sosial


No
Kaidah Kesusilaan
                kaidah Kesopanan
Kaidah Kepercayaan
Kaidah Hukum
1.
Jangan berciuman antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di tempat umum.
Jangan memotong pembicaraan orang lain.
Jangan memakan harta anak yatim.
Diwajibkan memakai helm ketika berkendaraan.
2.
Menghormati orang yang lebih tua dan menghargai yang muda.
Jangan bersendawa waktu makan.
Jangan memakan riba.
Dilarang mengebut di jalan.
3.
Berbicara hal-hal yang baik.
Menyapa atau memberi salam ketika  bertemu orang lain.mengantarkan tamu sampai depan rumah ketika tamu mau pulang.
Jangan minum khamr


Kalau menikah harus dicatatkan di Kantor Urusan Agama.
4.
Bertindak dan berperilaku jujur.
Ketika berbicara dengan orang tua menggunakan bahasa yang halus dan sopan.
Jangan berjudi
Dilarang melakukan penganiayaan.
5.
Tidak boleh mengambil hak orang lain.
Waktu makan dan minum dilarang berdiri.
Jangan berzina
Dilarang menerobos lampu lalu lintas.
6.
Meminta maaf bila melakukan kesalahan.
Mengetuk pintu dan mengucapkan salam ketika mau bertamu di rumah orang.
Jangan berkata kasar kepada orang tua.

Jangan mencuri.
7.
Jangan kencing di sembarang tempat.
Ketika berjalan di depan orang yang lebih tua hendaknya menunduk.
Saling tolong-menolong
Jangan main hakim sendiri.
8.
Memakai pakaian yang sopan dan sesuai keadaan.
Bertamu tidak pada waktu jam istirahat.
Jangan mencuri.
Jangan melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
9.
Jangan berduaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di tempat umum.
Tidak bertamu di rumah orang hingga larut malam.
Jangan menipu.
Dilarang memberikan kesaksian palsu.
10.
Jangan berpacaran di muka umum
Mengantarkan tamu sampai depan rumah ketika tamu mau pulang.
Jangan mengumbar aib orang lain.
Bagi penduduk yang sudah berumur 17 tahun wajib memiliki KTP.

Selasa, 13 September 2016

Tugas Sosiologi Hukum "Mengenal adat jawa yang masih Primitive"



Ritual “Larung Sesaji” di Pantai Tambak

Pantai Tambak adalah Pantai yang terletak di Desa Tambak Rejo Kec. Wonotirto Kab. Blitar, Pantai ini terletak di Ujung paling selatan dari Kota Blitar,   Setiap satu tahun sekali ratusan nelayan di pantai tambak menggelar ritual larung sesaji saat Suro atau bulan 1 Muharam dalam kalender islam, Sebagai wujud Rasa Syukur atas kelimpahan nikmat hasil lautnya dan sebagai penolak balak untuk meredam ganasnya ombak pantai agar tidak memakan korban dan terhindar dari segala bahaya.




Ritual Larung Sesaji ini diawali dengan prosesi acara kirab dua buah gunungan dan juga kepala lembu yang di bawa dari balai desa menuju bibir pantai tambak Rejo. Selain Kedua Tumpeng Raksasa, dalam ritual larung sesaji warga juga membawa berbagai macam sesaji sebagai kelengkapan ritual. Setelah diberi Doa oleh Sesepuh Desa, Kedua tumpeng agung yang berisi berbagai hasil bumi serta kepala lembu, kemudian dilarung ke tengah lautan. Pada prosesi inilah teori max weber digunakan masyarakat di pantai tambak yang sebagian besar nelayan dilihat dari cara ritual larung sesaji ini warga nya adalah primitive karena lebih percaya pada insting/bisikan ghaib dan masih percaya konon apabila tidak melaksanakan ritual tersebut pantainya akan memakan korban dan terjadi mara bahaya yang lainnya, Pada ritual larung sesaji ini dipercaya juga bahwa anak ragil dan bungsu tidak boleh ikut atau melihat ritual larung sesaji di pantai tambak karena akan terkena bahaya atau terseret ombak, Tetapi pada kenyataannya selain hari tersebut setiap Tahun pada musim liburan banyak wisatawan yang datang , dan selalu memakan korban mungkin saja itu kelalaian wisatawan yang tak menghiraukan ombak besar tetap bermain air di tepi pantai atau memang setiap tahun harus memakan korban untuk dijadikan tumbal. Secara logika ritual tersebut tidak masuk akal karena tiap tahun sudah dilaksanakan ritual tetapi tetap saja memakan korban. 

Perkembangan warga masyarakat di bibir pantai termasuk berjalan linear selain primitive juga menuju karismatik, pada tahap ini masyarakatnya percaya pada sesepuh desa atau tetua adat untuk memimpin ritual larung saji tersebut untuk membacakan doa selain itu membacakan sejarah asal-usul Desa. Tambak Rejo. Dikisahkan, bahwa kawasan tersebut merupakan hutan belantara yang lebat, cikal bakal atau babatnya desa Tambak Rejo tersebut diawali datangnya seorang pelarian perang zaman penjajahan Belanda bernama Ki Atmo Wijoyo, banyak sekali tantangan yang dihadapi Ki Atmo Wijoyo mulai dari gangguan mahkluk halus sampai dengan godaan lapar dan teriknya panas matahari tapi semua itu tidak menjadi masalah. Ki Atmo berhasil menjalin komunikasi dengan lingkungan barunya dan membina hubungan dengan masyarakat di luar hutan, sehingga banyak yang tertarik ke pantai yang di buka Ki Atmo Wijoyo. Jika kemudian masyarakat pantai Tambak Rejo memperoleh kemakmuran seperti sekarang ini, masyarakatnya percaya bahwa itu berkat ki Atmo dan menunjukan rasa syukurnya yaitu dengan mengadakan ritual larung sesaji tersebut. 

Pada Tahap Modern warga masyarakat Desa Tambak Rejo kebanyakan sudah menggunakan pikiran yang irasional kemajuannya sangat berkembang pesat walaupun tidak meninggalkan atau menghilangkan Ritual larung sesaji, diadakan ritual sesaji ini juga untuk menarik wisatawan berkunjung ke pantai sehingga mempunyai nilai ekonomi yang banyak mulai dari menyediakan parkiran, toilet umum, tempat kuliner makanan khas tambak yaitu ikan asap, lalu berbagai souvenir oleh-oleh seperti baju, topi pantai dll. Ada banyuak permainan di pantai banana boat, naik perahu keliling pantai tambak hingga penyewaan tenda dan ban karet demi kenyamanan pengunjung pun disediakan. Dengan dipenuhi berbagai fasilitas tersebut masyarakatnya tidak dalam mencari mata pencaharian tidak bergantung pada laut saja menjadi nelayan tapi masih banyak profesi yang lainnya. Pengorbanan memang diperlukan sebagai bagian dari keinginan untuk mencapai harapan yang lebih besar., berupa kemakmuran. Berbagai nikmat Tuhan yang diturunkan umatnya untuk menikmati hasil bumi dan lautnya.

Ritual Larung sesaji tersebut dinamakan dengan Nguri-uri yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat dan nelayan, biasanya pula akan ada pejabat yang hadir seperti Bupati, Dpr dll. Sakralnya ritual ini masih terjaga, dan pantai tambak ini termasuk pantai yang bersih tidak tercemari oleh tangan-tangan jahil manusia, Larung sesaji yang mengandung unsur-unsur magis atau mitos merupakan suatu kepercayaan yang ada pada masyarakat atau kalangan tertentu yang meyakini, dan mitos merupakan kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau, Mitos Larung Sesaji ini dianggap suatu kebenaran yang mutlak yang dijadikan rujukan masyaraktnya dalam setiap tahun menggelar ritualnya, merupakan suatu dogma yang suci peninggalan leluhur dan kita harus melestarikannya, hal ini menyiratkan bahwa dalam mitos pada kenyataannya melahirkan sebuah keyakinan tokoh mitos bukan tokoh sembarangan, dan keyakinan tersebut mempengaruhi masyarakatnya ke arah takhayul tergantung bagaimana tanggapan kita terhadap hal tersebut dilihat dari sisi negatif maupun positifnya. 

 
Dari kesimpulan diatas bisa dijelaskan bahwa masyarakat desa Tambak Rejo adalah masyarakat yang berjalan linear dari tahap primitive menuju - tahap karismatik lalu - ke tahap modern. bisa dikatakan bahwa larung sesaji adalah bentuk masyarakatnya yang masih primitive tetapi juga percaya adanya tokoh masyarakat yang babat desa itu disini menunjukan bahwa masyarakatnya juga karismatik, dan sesuai perkembangan zaman masyarakat Desa Tambak Rejo juga melalui tahap modern karena pemikiran nya irasional tidak percaya pada hal mistis saja tetapi juga melalui logika.







Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi pembacanya sehingga bisa mengetahui bahwa adat, kebudayaan indonesia begitu aneka ragam, terutama masyarakat jawa yang berada di Desa Tambak Rejo, dan kebiasaan itu tetap dijalankan seiring perkembangan zaman tidak hilang tertelan waktu.