Kamis, 02 Maret 2017

Makah Hukum Jaminan "Hipotek"



MAKALAH
HIPOTEK (HYPOTHEEK)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Hukum Jaminan
Dosen Pengampu :
Abd Khair Wattimena, M.H

Description: Description: Description: Description: C:\Users\Gamers\Downloads\10897102_1534159340189655_238725645423476418_n.jpg
Penyusun:

1.       Gresia Belgis Dian Sari   (1712143029)
2.       Guntur Galih Prayogo     (1712143030)
3.       Lutfi Uli Anna                 (1712143042)

HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  TULUNGAGUNG
2017

KATA PENGANTAR
                                                                                  
            Alhamdulillah, bahwa hanya dengan petunjuk dan hidayah-Nya penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan sampai di hadapan para pembaca yang berbahagia. Semoga kiranya membawa manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan pada masa sekarang dan yang akan datang.
            Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita ke dunia yang penuh dengan kedamaian.
            Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini penulis tidak lupa mengucapkanterima kasih kepada,
1.      Bapak  Dr. Maftukhin, M.Ag selaku ketua IAIN Tulungagung.
2.      Abd Khair Wattimena, M.H. selaku dosen pembimbing.
3.   Karyawan perpustakaan IAIN Tulungagung.
            Sebagaimana pepetah menyatakan, “Tiada gading yang tak retak”, maka penulisan makalah ini pun tentunya banyak dijumpai kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharap tegur sapa serta saran-saran penyempurnaan, agar kekurangan dan kelemahan yang ada tidak sampai mengurangi nilai dan manfaat bagi pengembangan studi Islam pada umumnya.
                                                    Tulungagung, 2 Maret  2017

                                                 Penyusun



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................   ii
DAFTAR ISI...................................................................................   iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................  1
A. Latar belakang masalah…………………………………….    1
B. Rumusan masalah…………………………………………  1
C. Tujuan masalah.......………………………………………....   1
BAB II PEMBAHASAN................................................................. 2
A.    Perumusan pengertian dan ciri-ciri hipotek…………………   2
B.     Sifat-sifat hipotek...................................................................  3
C.     Objek hipotek…………………………………….................. 5
D.    Subjek hipotek………………………………………………  6
E.     Surat kuasa memasang hipotek…………………………….    7
F.      Akta hipotek………………………………………………..   8
G.    Penghipotekan atas kapal laut………………………………   9
H.    Penghipotekkan atas pesawat udara………………………..   13
BAB III PENUTUP...........................................................................            17
Kesimpulan........................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................            18



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Satu kreditur yang mempunyai kedudukan istemewa adalah kreditur pemegang hipotik. Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal 1232. Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok agrarian (UUPA) yang dimulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 buku II KUH Perdata telah dicabut sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.
Hipotik itu sendiri artinya adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu. Dari paparan latar belakang masalah di atas tentang hipotik, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai hipotik ini dalam bab selanjutnya.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa Pengertian Hipotek?
2.      Apa saja sifat-sifat Hipotek?
3.      Apa saja Objek dan Subjek Hipotek?
4.      Bagaimana surat kuasa memasang Hipotek?
5.      Bagaimana akta hipotek?
6.      Bagaimana Penghipotekan atas kapal laut?
7.      Bagaimana Penghipotekkan atas pesawat udara?
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Hipotek
2.      Untuk mengetahui sifat-sifat Hipotek
3.      Untuk Mengetahui Objek dan Subjek Hipotek
4.      Untuk mengetahui surat kuasa memasang hipotek
5.      Untuk mengetahui akta hipotek
6.      Untuk mengetahui penghipotekan atas kapal laut
7.      Untuk mengetahui penghipotekan atas pesawat udara
BAB II
PEMBAHASAN
A.      PERUMUSAN PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI HIPOTEK
Perumusan pengertian hipotek dinyatakan dalam pasal 1162 KUHPdt  yang bunyinya : hipotek adalah suatu hak kebendaan ata benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dengan demikian hipotek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.    Hipotek merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak bergerak (benda tetap) : jadi benda jaminan hipotek yang menjadi objek hipotek itu kebendaan yang tidak bergerak (benda tetap).
2.    Hipotek merupakan lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang (sejumlah uang) yang sebelumnya diperjanjikan dalam suatu akta, karenanya pemegang hipotek tidak berhak untuk menguasai dan memiliki kebendaan jaminan itu.
3.    Walaupun pemegang hipotek tidak diperkenankan untuk menguasai dan memiliki kebendaan jaminan yang dihipotekkan tersebut, namun diperkenankan untuk diperjanjikan untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan parate eksekusi kebendaan jaminannya jika debitur wanprestasi.
4.    Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegang hipotek, baha debitur cedera janji, kreditor (pemegang hipotek) berhak menjual kebendaan jaminan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain.
Kalau demikian sama halnya dengan gadai, juga hipotek menurut sifatnya merupakan accessoir pada suatu piutang, Artinya perjanjian jaminan kebendaan hipotek ini akan ada, apabila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya dengan kebendaan yang tidak bergerak. Perjanjian utang piutang tersebut harus dituangkan atau ditetapkan dalam  suatu akta. Jelalah, bahwa tujuan pembebanan hipotek untuk memberikan kepastian hukum yang kuat bagi kreditor-kreditor (Pemegang Hipotek) dengan menjamin pelunasan piutangnya dari kebendaan yang dihipotekkan, jika debitur cedera janji. Dengan demikian, hipotek merupakan hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan bagi pelunasan utang tertentu yang timbul dari hubungan hukum utang piutang sebagai perikatan pokoknya.[1]
B.       SIFAT-SIFAT HIPOTEK
Sebagai hak kebendaan yang memberi jaminan atas kebendaan tidak bergerak maka sifat-sifat yang melekat pada hipotek itu, adalah :
1.    Sifat Accessoir dari Perjanjian Hipotek
Kelahiran dan keberadaan hak hipotek ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya, dengan hapusnya utang yang dijamin pelunasannya maka hak hipotek hapus karenannya.
2.    Hipotek Tidak Dapat Dibagi-bagi
Dengan adanya sifat hipotek tidak dapat dibagi-bagi, maka hak hipotek membebani atau menindih secara utuh atau keseluruhan kebendaan jaminan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian kebendaan jaminan dari beban hak hipotek, melainkan hak hipotek itu tetap membebani atau menindih secara keseluruhan atas benda jaminan untuk sisa utang yang belum dilunasi.
3.    Hipotek Bersifat Mengikuti Kebendaannya
Dalam pasal 1163 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan : Benda-benda itu tetap dibebani dengan hak tersebut, di dalam tangannya siapapun ia berpindah. Dari ketentuan pasal tersebut, sebagai konsekuensi dari hak kebendaan, maka hak hipotek itu tetap mengikuti kebendaannya yang dijaminkan di dalam tangan siapapun kebendaan jaminan itu berada atau dipindah. Walaupun kebendaan jaminannya sudah berpindah tangan dan selanjutnya menjadi milik pihak atau orang lain, kreditor (pemegang hipotek) masih tetap dapat menggunakan haknya untuk menuntut pelaksanaan eksekusi guna mengambil pelunasan piutangnya, jika debitur wanprestasi.
4.    Ikatan Hipotek Harus Didaftarkan Sebagai Pemenuhan Asas Publisitas
Bertalian dengan kewajiban untuk mendaftarkan ikatan hipotek dalam suatu register umum yang diadakan untuk itu, ketentuan dalam pasal 1179 KUHPdt menyatakan :
a)    Pembukuan segala ikatan hipotek harus dilakukan dalam register-register umum yang diadakan untuk itu.
b)   Jika pembukuan yang demikian tidak dilakukan, maka suatu hipotek tidaklah mempunyai sesuatu kekuatan apapun, bahkan pula terhadap orang-orang yang berpiutang yang tidak mempunyai ikatan hipotek.
5.    Hipotek Atas Benda Tertentu (Mengandung Pertelaan (Asas Spesialitas))
Hipotek mengandung pertelaan (specialiteit), artinya hipotek hanya dapat dibebani terhadap kebendaan yang ditunjuk secara khusus untuk itu, jadi didalam akta hipotek disebutkan secara jelas dan terang, baik mengenai subjek hipotek apalagi objek hipotek maupun utang yang dijamin. Dengan demikian, dari kata-kata harus memuat suatu penyebutan khusus tentang benda yang dibebani, begitu pula tentang sifat dan letaknya menandakan bahwa pengikatan hipotek hanya dapat dilakukan atas benda-benda yang disebutkan atau ditunjuk secara khusus, baik itu menyangkut bendanya, sifat bendanya, letak bendanya, ukuran bendanya, dll.
6.    Hipotek Mengandung Pertingkatan
Sama halnya dengan hak tanggungan, suatu objek hipotek dapat pula dibebankan dengan lebih dari satu hipotekguna menjamin pelunasan lebih dari satu utang, sehingga terdapat pemegang hipotek peringkat pertama, pemegang hipotek peringkat kedua, penmegang hipotek peringkat ketiga dan seterusnya. Peringkat pemegang hipotek tersebut diatur dalam pasal 1181 KUHPdt, yang menyatakan :
a)    Tingkatan orang-orang yang berpiutang hipotek ditentukan menurut tanggal pembukuan mereka, dengan tidak mengurangi kekecualian-kekecualian dalam kedua pasal berikut.
b)   Mereka yang dibukukan pada hari yang sama, bersama-sama mempunyai suatu hipotek yang bertanggal sama, tidak peduli pada jam mana pembukuan telah dilakukan, biarpun pembukuan itu dicatat oleh pegawai penyimpan hipotek.
7.    Hak Hipotek Didahulukan
Sesuai dalam pasal 1134 ayat (2) KUHPdt , piutang atas gadai dan hipotek lebih didahulukan atau tinggi dari privelege, yang eksitensinya diberikan undang-undang, tidak didasarkan kehendak para pihak, sepanjang oleh undang-undang tidak ditentukan lain. Dengan demikian, hipotek mengandung hak untuk lebih didahulukan dalam pelunasan utang tertentu yang diambil dari hasil pendapatan eksekusi benda yang menjadi objek hipotek. Pemegang hipotek didahulukan dibanding dengan kreditor lain, akan tetapi jangan lupa ia didahulukan hanya untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang tertentu yang dihipotekkan saja. Apabila hasil penjualan benda jaminan tidak mencukupi untuk melunasi piutangnya, maka untuk selebihnya ia tetap berhak menagih dari debitur, tetapi hanya sebagai kreditor konkuren saja.
8.    Hipotek Atas Jumlah Uang Tertentu
Ketentuan dalam pasal 1176 ayat (1) KUHPdt menyatakan : suatu hipotek hanyalah sah, sekadar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan adalah tentu dan ditetapkan dalam akta. Dari bunyi pasal tersebut, jelas bahwa dalam akta hipotek harus disebutkan secara pasti jumlah (jumlah tertentu) uang yang merupakan utang yang dibebani dengan hipotek. Dengan kata lain dalam akta hipotek harus disebutkan secara jelas dan tegas mengenai jumlah uang untuk mana (nilai penjaminan) yang diberikan oleh pemberi hipotek, yang nantinya akan diikat sebagai jaminan utang dengan hipotek.[2]

C.      OBJEK HIPOTEK
Ketentuan dalam pasal 1164 KUHPdt, menyebutkan benda-benda yang dapat dibebani dengan hipotek hanyalah :
1.      Benda-benda tidak bergerak yang dapat dipindahtangankan, beserta segala perlengkapannya, sekadar yang terakhir ini dianggap sebagai benda tidak bergerak.
2.      Hak memungut hasil atas benda-benda tidak bergerak diatas beserta segala perlengkapnnya.
3.      Hak opstal atau hak numpang karang dan hak erfpacht atau hak usaha.
4.      Bunga tanah, baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah dalam wujudnya.
5.      Bunga sepersepuluh.
6.      Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya.
 Selain itu di KUHPdt terdapat benda yang dalam perspektif KUHPdt merupakan benda bergerak, berhubung dapat berpindah-pindah atau dipindahkan, namun ketika benda itu hendak dibebankan sebagai jaminan utang, maka pembebanannya dilakukan dengan hipotek yaitu terhadap kapal-kapal yang ukuran volume kotornya paling sedikit 20m3 seagaimana disebutkan dalam pasal 314 ayat (3) dan ayat (4) KUH dagang, yang bunyinya :
a.         atas kapal-kapal dibukukan dalam regester kapal-kapal dalam pembukuan an andil-andil dalam kapal-kapal dan kapal-kapal dalam pembuatan seperti itu dapatdiletakkan hipotek.
b.         Atas kapal-kapal yang disebutkan dalam ayat kesatu, tidak dapat diletakkan hak gadai. Atas kapal-kapal yang dibukukan.

D.      SUBJEK HIPOTEK
Subjek hipotek yakni mereka yang membentuk perjanjian penjaminan hipotek, yang terdiri atas pihak yang memberikan benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan pemberi hipotek dan pihak yang menerima benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan pemegang hipotek. Bertalian dengan subjek hipotek ini, ketentuan dalam pasal 1168 KUHPdt menetapkan bahwa : hipotek tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindahtangankan benda yang dibebani.
 Jadi, hipotek hanya dapat diletakkan oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap kebendaan jaminan hipotek yang akan dihipotekkan tersebut. Dengan kata pemberi hipotek haruslah mereka yang mempunyai kewenangan untuk memindah tangankan terhadap benda yang akan dihipotekkan tersebut, baik terhadap debitur maupun penjamin pihak ketiga.
Tindakan memindah tangankan  merupakan tindakan pemilikan jadi untuk dapat meletakkan hipotek orang tersebut harus cakap untuk bertindak dan mempunyai hak kewenangan mengambil tindakan pemilikan terhadap benda jaminan tersebut, dalam mana termasuk tindakan membebani dapat dipandang sebagai permulaan dari suatu tindakan pemindahtanganan atau pengoperan, karena suatu pembebanan bisa berakhir dengan suatu pengoperan dalam hal kreditor terpaksa menjual benda jaminan untuk mengambil pelunasan.
E.       SURAT KUASA MEMASANG HIPOTEK
Dalam kenyataannya tidak semua pihak yang berpiutang (kreditor) langsung memasang hipotek atas kebendaan yang dijaminkan. Pada umumnya mereka hanya berbekal memang surat kuasa memasang hipotek yang dibuat oleh pemberi hipotek, yang akan dipergunakan pada waktu pihak yang berutang (debitur) dinilai telah cedera janji. Jadi pemasangan hipoteknya akan dilakukan oleh pihak yang berpiutang atas dasar kuasa memasang hipotek tersebut apabila terlihat adanya indikasi pihak yang berpiutang cedera janji. Selama tidak ada indikasi pihak yang berutang maka pihak yang berpiutang tidak akan memasang hipotek terhadap kebendaan yang dijadikan jaminan utang oleh pihak yang berpiutang. Akhirnya perbuatan yang demikian ini telah melembaga didalam praktik perkreditan perbankan.
Bank kreditor adakalanya tidak segera memasang hipotek atas benda jaminan, karena merasa cukup aman hanya dengan memegang kuasa untuk memasang hipotek dari pemberi jaminan. Pertimbangan-pertimbangan kreditor untuk tidak segera memasang hipotek dari pemberi jaminan. Pertimbangan-pertimbangan kreditor untuk tidak segera memasang hipotek bisa bermacam-macam, antara lain :
1)        Prosesnya, dari mulai penandatanganan akta hipotek sampai selesainya pendaftaran memakan waktu, keadaan yang demikian itu sudah tentu tidak cocok terutama untuk kredit jangka pendek.
2)        Biayanya relatif lebih mahal dibanding dengan pembuatan akta kuasa memasang hipotek, sehingga untuk kredit berjumlah kecil akan dirasakan sangat memberatkan.
3)        Untuk nasabah-nasabah yang bonafide yang sudah lama menjadi langganan baik dari bank, dirasakan tidak perlu untuk segera memasang hipoteknya.
4)        Bank/kreditor sudah merasa cukup aman dengan adanya kewenangan untuk sewaktu-waktu, atas nama pemberi hipotek tanpa turut sertanya pemberi jaminan, pemasangan disini nantinya baru benar-benar dilaksanakan, kalau kreditor bank melihat perubahan keadaan debitur yang dianggap membahayakan.
Dengan memiliki dan membuat surat kuasa memasang hipotek, maka kreditor mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :
1)        Kuasa memasang hipotek dapat dibuat dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan membuat akta hipotek.
2)        Kuasa memasang hipotek dapat dibuat dimana saja dalam wilayah indonesia sedangkan membuat akta hipotek hanya boleh dibuat dikantor pejabat yang wilayah kerjanya meliputi kecamatan atau kabupaten dalam mana benda jaminan yang akan dibebani hipotek itu berada.
3)        Denga kuasa memasang hipotek itu, kreditor dapat saja tanpa bantuan pemilik benda jaminan memasang hipotek.
4)        Biaya  untuk membuat kuasa memasang hipotek yang minimal 1/4% dari jumlah rupiah pembebanan hipotek.
Pemberi jaminan dengan cara memegang kuasa memasang hipotek juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan, diantaranya :
1)        Kreditor selama belum ada pemasangan hipotek hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren saja. Dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan benda yang dijaminkan, ia harus bersaing dengan kreditor lainnya.
2)        Dalam hal ada sita jaminan yang diletakkan oleh kreditor yang lain, maka pemasangan hipotek tidak banyak menolong lagi.[3]

F.     AKTA HIPOTEK
Akta hipotek merupakan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris sebagai pejabat umum, yang berisi pemberian hipotek kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Isi akta hipotek memuat hal-hal yang bersifat wajib dan hal-hal sebagai yang bersifat fakultatif. Adapun hal-hal yang bersifat fakultatif tergantung kepada para pihak untuk menyebutkan atau tidak menyebutkan didalam akta hipotek. Yakni berupa janji-janji yaitu :
a)    Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri benda yang menjadi objek jaminan hipotek apabila debitur cedera janji.
b)   Janji yang membatasi kewenangan pemberi hipotek untuk menyewakan benda yang menjadi objek jaminan hipotek.
c)    Janji yang diberikan oleh pemegang hipotek pertama, bahwa benda yang menjadi objek jaminan hipotek tidak akan dibersihkan dari hipotek.
d)   Janji bahwa pemegang hipotek akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hipotek untuk pelunasan piutangnya, jika benda yang menjadi objek jaminan hipotek yang diasuransikan.
Di dalam pasal 1178 ayat (1) KUHPdt, dalam Akta Hipotek dilarang untuk diperjanjikan secara serta merta kreditor menjadi pemilik benda yang menjadi hipotek objek jaminan hipotek karena debitur cedera janji. Apabila hal ini diperjanjikan klausul demikian dianggap tidak pernah ada atau batal demi hukum.

G.      PENGHIPOTEKAN ATAS KAPAL LAUT
1)        Pengertian Dan Batasan Kapal Dan Kapal Laut
Secara yuridis perumusan pengertian kapal disebutkan dalam ketentuan pasal 309 ayat (1) KUH Dagang yang menyatakan :
Kapal adalah semua perahu, dengan nama apapun, dan dari macam apapun juga”.
Ketentuan dalam pasal 1 peraturan pendaftaran kapal dan balik nama kapal (regeling van de teboekstelling van schepen staasblad 1933 nomor 48 juncto menyatakan yang diartikan dengan kapal yaitu :
“kapal adalah sebuah kapal yang dimaksudkan dalam pasal 309 KUH Dagang, berukuran sekurang-kurangnya 20m3”.

Berdasarkan ketentuan dalam pasal  1 angka 2 dihubungkan dengan penjelasan atas pasal  1 angka 2 undang-undang nomor 21 tahun 1992, serta ketentuan dalam pasal  angka 36 dan dihubungkan dengan penjelasan atas pasal 4 Undang-undang nomor 17 tahun 2008, maka yang dimaksud kapal ialah :
a)        Kapal yang digerakkan oleh atau dengan tenaga angin seperti kapal layar.
b)        Kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik, yaitu kapal yang mempunyai alat penggerak mesin, seperti kapal motor, kapal uap, termasuk kapal yang digerakkan dengan tenaga energi lainnya, seperti kapal dengan matahari dan kapal nuklir.
c)        Kapal yang digerakkan dengan ditunda yaitu kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain.
d)       Kendaraan dibawah permukaan air, yaitu jenis kapal yang mampu bergerak dibawah permukaan air seperti kapal selam.
Adapun benda-benda yang merupakan alat perlengkapan dari kapal itu misalnya sebagai berikut :
a)        Anjungan (bridge) yaitu bagian kapal yang teratas, dimana nahkoda dan para mualim berada untuk mengatur jalannya kapal.
b)        Lunas kapal, yaitu bagian kerangka kapal yang terbawah sendiri, terbuat dari besi, dan kalau lunas itu dilepaskan dari kerangka kapal, maka kapal itu rusak, sebab tidak mempunyai lunas.
c)        Haluan kapal yaitu bagian kapal yang di muka sendiri dimana sendiri dimana sering diberi hiasan menurut kesukaan pemilik kapal, kalau haluan kapal itu dibongkar, maka kapal menjadi rusak.
d)       Buritan kapal yaitu bagian kapal sebelah belakang sendiri dimana terletak alat kemudi dan lain-lain. Kalau buritan kapal itu dibongkar maka kapal itu rusak.
Dalam pasal  1 ayat (1) dan pasal 2 besluit tentang surat-surat laut dan Pas-pas kapal ditetapkan mengenai siapa yang menjadi subjek kapal indonesia, yaitu sebagai pemilik kapal laut indonesia tersebut, yaitu :
a)        Warga negara Indonesia
b)        Paling sedikit 2/3 bagian dimiliki oleh seorang warga negara Indonesia atau lebih dengan syarat bahwa pengurus administrasi usaha kapal yang bersangkutan harus seorang warga negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
c)        Perkumpulan-perkumpulan atau koperasi yang berbadan hukum Indonesia.

Adapun bentuk surat tanda kebangsaan kapal indonesia tersebut sebagaimana diatur dalam ayat (2) pasal 41 PP Nomor 51 Tahun 2002 yaitu :
a)        Surat laut untuk kapal-kapal yang berlayar di perairan laut dengan tonase kotor 175 (GT.175) atau lebih.
b)        Pas tahunan untuk kapal-kapal yang berlayar diperairan laut dengan tonase kotor 7  (GT.7) dan sampai dengan tonase kotor kurang dari 175 (<GT.175).
c)        Pas kecil untuk kapal-kapal yang berlayar diperairan laut dengan tonase kotor kurang dari 7 (<GT.7).
d)       Pas perairan daratan untuk kapal-kapal yang berlayar diperairan daratan.

2)        Status Hukum Kebendaan Kapal Laut
Kapal yang telah memperoleh nasionalitasnya atau kebangsaan negara tertentu, berhak untuk menikmati hak khusus menurut hukum internasional, yaitu :
a)        Kapal tersebut berada dibawah yuridiksi negara benda kapal dalam hal pengaturan administratif, yaitu perihal kelaikan laut dan hukum pidana atas kejahatan awak kapal yang dilakukan di atas kapal yang bersangkutan.
b)        Negara bendera kapal berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional atas kapal yang membawa benderanya.
c)        Kapal yang bersangkutan memperoleh keuntungan perlindungan dari negara bendera kapal yang diberikan pada warga negaranya.
d)       Registrasi atau pendaftaran dianggap sebagi bukti pemilikan walaupun diberbagai negara bukti itu tidak mutlak. Keadaan semuanya menandakan adanya effective control dari negara bendera kapal tersebut.

3)        Pengukuran, Pendaftaran, Dan Penetapan Kebangsaan Kapal
Setiap kapal yang akan dioperasikan wajib dilakukan pengukuran atas kapal yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 155-157 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008, jadi pengukuran kapal yang dimaksud ada 3 metode yaitu :
a)        Pengukuran dalam negeri untuk kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 meter, metode pengukuran dalam negeri adalah metode pengukuran yang ditetapkan pemerintah Indonesia yang diterapkan pada kapal-kapal indonesia yang tidak tunduk pada ketentuan-ketentuan konvensi internasional tentang pengukuran kapal.
b)        Pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 meter atau lebih, metode pengukuran internasional adalah metode pengukuran yang ditetapkan pemerintah indonesia berdasarkan konvensi internasional tentang pengukuran kapal.
c)        Pengukuran khusus untuk kapal yang akan melalui terusan tertentu, metode pengukuran khusus dipergunakan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang akan melewati terusan tertentu antara lain metode pengukuran terusan suez dan metode pengukuran terusan panama.
Kapal-kapal yang telah diukur dan mendapat surat ukur dari indonesia tidak harus wajib untuk didaftarkan di indonesia, ketentuan pasal 158 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 menyatakan :
a)        Kapal yang telah diukur dan mendapat surat ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang ditetapkan oleh Menteri.
b)        Kapal yang dapat didaftar di Indonesia adalah :
·           Kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7
·           Kapal milik warga negara indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
·           Kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.
·           Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia.
·           Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar.
·           Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang tanda pendaftaran.
Pendaftaran hak milik atas kapal itu dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal indonesia, selain itu dikenal pula bukti hak milik atas kapal, yang merupakan dokumen kepemilikan yang disampaikan oleh pemilik kapal pada saat mendaftarkan kapal antara lain berupa :
a)        Bagi kapal bangunan baru
v  Kontrak pembangunan kapal
v  Berita acara serah terima kapal
v  Surat keterangan galangan
b)        Bagi kapal yang pernah didaftar di negara lain
v  Bill of sale
v  Protocol of delivery and accepance
Selanjutnya pada kapal yang telah didaftar dalam kapal indonesia wajib dipasang tanda pendaftarannya, yang berisikan rangkaian angka dan huruf yang terdiri dari angka tahun pendaftaran, kode pengukuran dari tempat kapal didaftar, nomor urut akta pendaftaran dan kode kategori kapal. Sesuai dengan ukuran kapal, maka kapal yang telah terdaftar dalam daftar kapal Indonesia dan dipergunakan untuk berlayar dilaut, akan diberikan surat tanda kebangsaan kapal indonesia, yang dapat berupa bentuk Surat Laut, Pas Besar Dan Pas Kecil Serta Pas Sungai Dan Danau.[4]

4)        Pembebanan Hipotek atas Kapal Laut
Sebelum penjelasan atas pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 menyatakan : “Dalam peraturan pemerintah diatur antara lain mengenai syarat dan tata cara pembebanan hipotek, sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai ketetntuan perundang-undangan yang berlaku.”
Berkenaan dengan pembebanan hipotek atas kapal, ketentuan dalam Pasal 33 PP Nomor 51 Tahun 2002 menetapkan, bahwa pembebanan hipotek atas kapal harus dilakukan dengan pembuatan akta hipotek atas pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal ditempat kapal terdaftar, yang dilengkapi dokumen-dokumen berupa :
a.         Grosse akta pendaftaran atau balik nama kapal
b.        Perjanjian kredit
c.         Surat kuasa penghadap bila diperlukan

H.      PENGHIPOTEKKAN ATAS PESAWAT UDARA
1)        Status Hukum, Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara
Dalam bidang hukum perdata, status hukum pesawat udara merupakan benda tidak bergerak. Hal ini menyangkut aspek pemberian status menurut klasifikasi hukum perdata khususnya tentang kebendaan yang masih dianut oleh mayoritas negara di dunia. Dalam pasal 9 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 ditetapkan, bahwa pesawat udara yang akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Tidak semua pesawat udara Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, terkecuali pesawat udara sipil yang didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan syarat dibawah ini :
a.         Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia
b.        Dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioprasikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal dua tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha atau bentuk perjanjian lainnya
c.         Dimiliki oleh instansi pemerintah
d.        Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan oleh pemerintah
2)        Hipotek atas Pesawat Udara
Ketentuan dalam pasal 12 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 menyatakan:
a.         Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani hipotek.
b.        Pembebanan hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didaftarkan.
c.         Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan yang memungkinkan pesawat udara untuk bisa dibebani dengan jenis lembaga jaminan lain di luar hipotek, secara yuridis formal dan juga mengikuti alur konsistensi, sebenarnya tidak mungkin atau bahkan arti istilah dapat dibebani hipotek pada pasal 12 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 lebih cenderung diberi makna harus namun bukan bertendensi imperatif, sebaliknya hanya bernuansa ekonomis, terutama dari sudut kepentingan penyandang dan atau pihak pemberi fasilitas kredit, artinya, pesawat udara yang telah didaftar dan bernasiolitas Indonesia, kalau dijadikan jaminan hanya bisa dibebani dengan hipotek saja sadar dengan strategi kebutuhan ekonomi.
Terdapat beberapa alasan yang dilazim turut dipertimbangkan oleh pihak penerima jaminan kreditor pesawat udara, mengingat adanya risiko yang melekat udara sebagai objek jaminan, yaitu :
1)      Berkurangnya nilai susut teknis suatu pesawat udara, karena penggunaan yang terus menyebabkan harga pesawat udara bergantung sekali pada perawatan dan perbaikan maintenance and repair pesawat secara teratur.
2)      Pesawat sangat peka terhadap berbagai bahaya dan kemungkinan terjadinya kecelekaan yang disebabkan oleh suatu hal yang tidak ada kaitannya langsung dengan pesawat udara, seperti akibat cuaca buruk, tindakan teroris, dll. Objek jaminan dapat musnah seketika atau mengalami kerusakan berat, sehingga untuk menutup kerugian tersebut selalu dibutuhkan penutupan polis asuransi yang yang tidak kecil jumlahnya.
3)      Suatu pesawat udara selalu berpindah tempat terutama pesawat yang digunakan untuk pengangkutan internasional, sehingga dapat menyulitkan pihak pemberi modal kreditor maupun pemegang hak lainnya yang akan mengadakan eksekusi pesawat udara tersebut.
4)      Terbatas pasaran untuk pesawat-pesawat udara bekas di negara yang bersangkutan.
5)      Belum diaturnya kewajiban pendaftaran perdata recordation dari hak-hak kebendaan yang diletakkan pada suatu pesawat udara diberbagai negara.
6)      Khususnya penjaminan suku cadang, terutama engines atau motor polpusi pesawat udara, dapat menimbulkan permasalahan sendiri. Antara lain kesulitan menjamin suku cadang dengan hak jaminan yang sama yang telah diletakkan pada pesawat udara yang bersangkutan, pengaturan penyimpanan suku cadang terpisah dari pesawat udara serta pendaftaran perdata suku cadang.
 Dalam pasal 11 Surat keputusan Menteri perhubungan Nomor SK 13/S/1971 dinyatakan : untuk maksud pendaftaran pesawat, pembelian pesawat secara sewa beli hire purchase dapat dianggap sebagai pemilikan sah dan memenuhi syarat-syarat untuk pendaftaran dengan ketentuan bahwa:
a.         Dalam kontrak sewa beli tersebut, tidak terdapat kemungkinan untuk memiliki kembali pesawat tersebut oleh si penjual secara langsung maupun tidak langsung.
b.        Sewa beli tersebut disertai jaminan dalam bentuk morigage dari suatu bank atau perusahaan kredit yang bonafide menurut pendapat Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
Terhadap pencoretan hipotek atas kapal laut, ketentuan dalam pasal 26 Peraturan Pendaftaran Kapal dan Balik Nama Kapal menetapkan sebagai berikut :
(1)   Hipotek dicoret oleh pegawai pembatu atas permintaan tertulis dari yang berkepentingan dengan diperlihatkannya oleh si pemohon grosse pengakuan utang dengan hipotek yang telah diberi tanda lunas, atau surat keterangan dari si pemegang hipotek yang menyetujui pencoretan itu.
(2)   Pencoretan hak kebendaan lainnya dan jaminan dilakukan dengan cara yang sama atau diperlihatkan surat keterangan dari yang berhak, yang menyatakan  bahwa hak itu telah gugur.
(3)   Pencoretan dilakukan pula apabila sebagai pengganti surat-surat yang dimaksudkan dalam ayat 1 dan ayat 2 diperlihatkan surat keputusan  hakim yang mutlak yangmemeritahkan pencoretan.
(4)   Pegawai pembantu dalam segala hal meminta penyerahan salinan surat-surat yang menjadi dasar pencoretan dan penyimpanannya apabila surat itu akta autentik, maka pegawai pembantu meminta salinan yang autentik pula.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Perumusan pengertian hipotek dinyatakan dalam pasal 1162 KUHPdt  yang bunyinya : hipotek adalah suatu hak kebendaan ata benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Subjek hipotek yakni mereka yang membentuk perjanjian penjaminan hipotek, yang terdiri atas pihak yang memberikan benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan pemberi hipotek dan pihak yang menerima benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan pemegang hipotek. Bertalian dengan subjek hipotek ini, ketentuan dalam pasal 1168 KUHPdt menetapkan bahwa : hipotek tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindahtangankan benda yang dibebani. Dalam kenyataannya tidak semua pihak yang berpiutang (kreditor) langsung memasang hipotek atas kebendaan yang dijaminkan. Pada umumnya mereka hanya berbekal memang surat kuasa memasang hipotek yang dibuat oleh pemberi hipotek, yang akan dipergunakan pada waktu pihak yang berutang (debitur) dinilai telah cedera janji. Akta hipotek merupakan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris sebagai pejabat umum, yang berisi pemberian hipotek kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Isi akta hipotek memuat hal-hal yang bersifat wajib dan hal-hal sebagai yang bersifat fakultatif.


DAFTAR PUSTAKA
Usman, Rachmadi. 2008. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta. Sinar Grafika.
Salim HS. 2014. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta. Cet. Ke-VIII. PT RajaGrafindo Persada.
Satrio. 2002. Hukum Jaminan dan Hak-Hak Jaminan Kebendaan. Bandumg. PT Citra Aditya Bakti.


[1] Rachmadi usman. Hukum Jaminan Keperdataan. (Jakarta: Sinar Grafika. 2008), hal. 245
[2] J. Satrio.  Hukum Jaminan dan Hak-Hak Jaminan Kebendaan. (Bandumg. PT Citra Aditya Bakti. 2002). hal. 98-103
[3] Rachmadi usman. Hukum Jaminan Keperdataan. (Jakarta: Sinar Grafika. 2008), hal. 267-269
[4] Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. (Jakarta:  PT Raja Grafinda Persada. 2014). hal. 126-129