Selasa, 29 November 2016

Tugas Sosiologi Hukum




Bukan Siapa yang Butuh tetapi Apa yang Dibutuhkan

Pada hakikatnya dosen dengan mahasiswa memiliki hubungan yang erat tanpa adanya dosen mahasiswa bukan apa-apa, Seperti contoh kasus yang dikemukakan oleh bu zulfa, ada seorang mahasiswa yang datang kerumah beliau untuk bimbingan skripsi pada suami beliau kebetulan suami beliau sedang pergi dan tidak membawa hp lalu beliau bertanya pada mahasiswa tersebut, kenapa tidak janjian dulu? Biar tahu kapan bisa bertemu? Jawaban mereka tidak usah bu, sungkan biar saja, saya yang tunggu saya yang butuh “Ujarnya” dan yang lain menjawab, “iya gak papa kok kadang dikampus juga menunggu sampai suami beliau selesai mengajar”.[1]
Dari kasus diatas bahwa cara setiap mahasiswa berbeda dalam menghubungi dosen apabila ada keperluan, termasuk saya sendiri terkadang merasa malu karena tidak akrab, bingung memulai sms dari mana dulu? Apabila kepepet untuk sms berfikir keras dulu sms dosen tersebut takut kata-katanya kurang sopan, saya rasa setiap mahasiswa mengalami hal tersebut, merasa was-was atau sungkan untuk sms dosennya, apalagi menelpon pasti enggan karena takut kata-katanya meluncur begitu saja, terkadang ada juga dosen yang tidak mau dihubungi melalui sms karena sibuk takut sms mahasiswanya tidak terbaca atau ada juga yang tidak mau ditelfon.
Kebiasaan mengumumkan nomor ponsel pada mahasiswa yang dibimbing akhirnya hanya menjadi catatan di daftar kontak saja karena dalam kenyatannya jarang dipergunakan, masalah tersebut sebenarnya bisa diatasi yaitu mahasiswa dengan dosen harus saling mengenali, pepatah bilang, “tak kenal maka tak sayang” hal ini adalah langkah awal untuk menjalin keakraban antara mahasiswa dengan dosen walupun diluar kampus bisa menggunakan bahasa semi formal agar tidak terkesan kaku dalam komunikasi.
Layaknya orangtua dirumah seorang dosen selain bertugas mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dia juga bertugas mendidik mahasiswa. Memberikan contoh-contoh sikap yang baik dan patut untuk ditiru oleh mahasiswanya, baik dari ucapan maupun tindakan-tindakan selama proses pembelajaran berlangsung. Tidak hanya berlaku di dalam kelas saja, seorang dosen pun harus dapat memberikan contoh-contoh yang baik di luar kelas. Seperti pengalaman bu zulfa sendiri beliau mencontohkan sebagai dosen apabila ada mahasiswanya ingin bertemu beliau, maka beliau membuat jadwal terlebih dahulu biar ada kepastian dan efisiensi waktu, dan apabila ada perubahan jadwal maka beliau tidak segan untuk minta maaf lalu menunda beberapa menit atau beberapa jam karena ada tugas mendadak.[2]
Nahh, menurut saya itu contoh yang baik sekali bisa menjadi teladan bagi dosen yang lainnya, beliau tidak mau kalau mahasiswanya menunggu lama, tidak semua dosen seperti bu zulfa kebanyakan selalu mendadak apabila memberitahu padahal kan sudah menunggu lama lalu rumah mahasiswa tersebut jaraknya jauh dari kampus bisa jadi kecewa yang ditunggu-tunggu tidak bisa. Selain itu beliau juga mengajarkan kedisiplinan terhadap waktu agar menggunakan waktu dengan baik.
 Ada Penyataan “tapi kan mereka yang butuh biarkan saja menunggu, itu sudah konsekuensi sebagai orang butuh”. Beliau tidak setuju dengan hal tersebut karena dosen juga butuh mahasiswa, kalau tidak melayani mahasiswanya memang gajinya halal dinikmati”? Saya sangat setuju sekali pada dasarnya dosen dengan mahasiswa memiliki hubungan timbal balik, walaupun mempunyai pelapisan sosial yang sangat berbeda yaitu semakin tinggi lapisannya semakin tinggi haknya. Misalnya bila seorang mahasiswa bertemu dengan dosennya, maka mahasiswa tersebut harus menempatkan dirinya lebih rendah dari dosennya dalam bidang ilmu pengetahuan karena dosen tersebut lebih berpengalaman dari kita atau pendidikannya lebih tinggi dari mahasiswa dll.
 Refleksi mahasiswa adalah cerminan dari dosen artinya pantulan apapun yang dilakukan mahsiswa adalah cerminan dari dosen tersebut dari sikap dan kebiasaan yang ditampilkan seorang dosen dihadapan mahasiswanya, baik secara langsung maupun tidak langsung akan memunculkan persepsi atau pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda mengenai dosen tersebut bisa saja hal-hal yang dilakukan dosen menjadi contoh lalu diikuti oleh mahasiswanya.
Disinilah letak tanggung jawab yang besar bagi seorang dosen dan menunjukkan bahwa menjadi seorang dosen yang sesungguhnya bukan perkara yang mudah. Sehingga seorang dosen, selain memiliki kemampuan, keahlian pada bidang tertentu, dituntut pula untuk berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengelola dirinya, mengevaluasi diri, membekali dirinya dengan sebaik mungkin, baik dengan ilmu maupun kompetensi, sikap, attitude yang baik agar dia menjadi sosok yang berkomitmen terhadap mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlak yang mulia. Kepada semua para dosen, berharap beliau-beliau itu bisa memberikan kontribusi dalam membangun idealisme  mahasiswa, agar investasi-investasi masa depan itu tidak punah dari kemiskinan berpikir, agar perkembangan di negeri ini benar-benar dinamis, bukan sebuah kestatisan yang dipelihara berlama-lama, dan yang tak kalah penting yaitu sekaligus bisa menjadi teladan bagi mahasiswanya yang diajar. 
Terlepas dari apapun seperti judul artikel diatas bukan siapa yang butuh tapi apa yang dibutuhkan, iya yang dibutuhkan mahasiswa kepada dosennya dan dosennya wajib memenuhi kebutuhan mahasiswa tersebut seperti memberi transferan ilmunya dan ketika diajar mahasiswa juga harus menempatkan diri jangan ngobrol asyik sendiri. Berbagai karakter dan sifat dosen untuk memberi bimbingan skripsi atau mata kuliah kepada mahasiswanya sesungguhnya untuk kebaikan mahasiswa tersebut agar membentuk karakter yang disiplin selain disiplin waktu juga disiplin dalam ilmu.
Selain menjadi sosok yang menginspirasi dosen juga harus bisa meluangkan beberapa menit sebelum atau sesudah mengajar untuk memberikan motivasi itu. Akan lebih baik jika saat dosen melakukan transfer ilmu kepada para mahasiswa, semua pengaplikasiannya merujuk pada sebuah relita bahwa saat ini bangsa kita Indonesia membutuhkan para pemimpin yang benar-benar bisa memimpin bangsa ini, bukan membutuhkan para pemimpi. Para pemimpi disini maksudnya adalah seorang yang larut pada keinginan- keinginan semata tanpa sebuah kerja nyata, juga sebuah mimpi yang nantinya hanya memberikan kepuasan diri semata, meninggikan egoisme pribadi tanpa memikirkan bagaimana nasib seluruh masyarakat di negeri ini.


[1] Dikutip dari Zulfaatun Ni’mah, S.H.I,. M.hum
[2] Dikutip dari Zulfaatun Ni’mah, S.H.I,. M.hum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar