Bukan Siapa yang Butuh tetapi Apa
yang Dibutuhkan
Pada hakikatnya
dosen dengan mahasiswa memiliki hubungan yang erat tanpa adanya dosen mahasiswa
bukan apa-apa, Seperti contoh kasus yang dikemukakan oleh bu zulfa, ada seorang
mahasiswa yang datang kerumah beliau untuk bimbingan skripsi pada suami beliau
kebetulan suami beliau sedang pergi dan tidak membawa hp lalu beliau bertanya
pada mahasiswa tersebut, kenapa tidak janjian dulu? Biar tahu kapan bisa
bertemu? Jawaban mereka tidak usah bu, sungkan biar saja, saya yang tunggu saya
yang butuh “Ujarnya” dan yang lain menjawab, “iya gak papa kok kadang dikampus
juga menunggu sampai suami beliau selesai mengajar”.[1]
Dari kasus
diatas bahwa cara setiap mahasiswa berbeda dalam menghubungi dosen apabila ada
keperluan, termasuk saya sendiri terkadang merasa malu karena tidak akrab,
bingung memulai sms dari mana dulu? Apabila kepepet untuk sms berfikir keras
dulu sms dosen tersebut takut kata-katanya kurang sopan, saya rasa setiap
mahasiswa mengalami hal tersebut, merasa was-was atau sungkan untuk sms
dosennya, apalagi menelpon pasti enggan karena takut kata-katanya meluncur
begitu saja, terkadang ada juga dosen yang tidak mau dihubungi melalui sms
karena sibuk takut sms mahasiswanya tidak terbaca atau ada juga yang tidak mau
ditelfon.
Kebiasaan
mengumumkan nomor ponsel pada mahasiswa yang dibimbing akhirnya hanya menjadi
catatan di daftar kontak saja karena dalam kenyatannya jarang dipergunakan,
masalah tersebut sebenarnya bisa diatasi yaitu mahasiswa dengan dosen harus
saling mengenali, pepatah bilang, “tak kenal maka tak sayang” hal ini adalah
langkah awal untuk menjalin keakraban antara mahasiswa dengan dosen walupun
diluar kampus bisa menggunakan bahasa semi formal agar tidak terkesan kaku
dalam komunikasi.
Layaknya
orangtua dirumah seorang
dosen selain bertugas mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dia juga
bertugas mendidik mahasiswa. Memberikan contoh-contoh sikap yang baik dan patut
untuk ditiru oleh mahasiswanya, baik dari ucapan maupun tindakan-tindakan
selama proses pembelajaran berlangsung. Tidak hanya berlaku di dalam kelas
saja, seorang dosen pun harus dapat memberikan contoh-contoh yang baik di luar
kelas. Seperti pengalaman bu zulfa sendiri beliau mencontohkan sebagai dosen
apabila ada mahasiswanya ingin bertemu beliau, maka beliau membuat jadwal
terlebih dahulu biar ada kepastian dan efisiensi waktu, dan apabila ada
perubahan jadwal maka beliau tidak segan untuk minta maaf lalu menunda beberapa
menit atau beberapa jam karena ada tugas mendadak.[2]
Nahh, menurut saya itu contoh yang baik sekali bisa menjadi
teladan bagi dosen yang lainnya, beliau tidak mau kalau mahasiswanya menunggu
lama, tidak semua dosen seperti bu zulfa kebanyakan selalu mendadak apabila
memberitahu padahal kan sudah menunggu lama lalu rumah mahasiswa tersebut
jaraknya jauh dari kampus bisa jadi kecewa yang ditunggu-tunggu tidak bisa.
Selain itu beliau juga mengajarkan kedisiplinan terhadap waktu agar menggunakan
waktu dengan baik.
Ada Penyataan “tapi
kan mereka yang butuh biarkan saja menunggu, itu sudah konsekuensi sebagai
orang butuh”. Beliau tidak setuju dengan hal tersebut karena dosen juga butuh
mahasiswa, kalau tidak melayani mahasiswanya memang gajinya halal dinikmati”? Saya
sangat setuju sekali pada dasarnya dosen dengan mahasiswa memiliki hubungan
timbal balik, walaupun mempunyai pelapisan sosial yang sangat berbeda yaitu
semakin tinggi lapisannya semakin tinggi haknya. Misalnya
bila seorang mahasiswa bertemu
dengan dosennya, maka mahasiswa tersebut harus menempatkan dirinya lebih rendah
dari dosennya dalam bidang ilmu pengetahuan karena dosen tersebut lebih
berpengalaman dari kita atau pendidikannya lebih tinggi dari mahasiswa dll.
Refleksi mahasiswa
adalah cerminan dari dosen artinya pantulan apapun yang dilakukan mahsiswa
adalah cerminan dari dosen tersebut dari sikap dan kebiasaan yang ditampilkan
seorang dosen dihadapan mahasiswanya, baik secara langsung maupun tidak langsung akan
memunculkan persepsi atau pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda mengenai dosen
tersebut bisa saja hal-hal yang dilakukan dosen menjadi contoh lalu diikuti
oleh mahasiswanya.
Disinilah letak
tanggung jawab yang besar bagi seorang dosen dan menunjukkan bahwa menjadi
seorang dosen yang sesungguhnya bukan perkara yang mudah. Sehingga seorang
dosen, selain memiliki kemampuan, keahlian pada bidang tertentu, dituntut pula
untuk berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengelola dirinya, mengevaluasi
diri, membekali dirinya dengan sebaik mungkin, baik dengan ilmu maupun
kompetensi, sikap, attitude yang baik agar dia menjadi sosok yang berkomitmen
terhadap mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlak yang mulia. Kepada semua para dosen, berharap
beliau-beliau itu bisa memberikan kontribusi dalam membangun idealisme
mahasiswa, agar investasi-investasi masa depan itu tidak punah dari kemiskinan
berpikir, agar perkembangan di negeri ini benar-benar dinamis, bukan sebuah
kestatisan yang dipelihara berlama-lama, dan yang tak kalah penting yaitu sekaligus
bisa menjadi teladan bagi mahasiswanya
yang diajar.
Terlepas
dari apapun seperti judul artikel diatas bukan siapa yang butuh tapi apa yang
dibutuhkan, iya yang dibutuhkan mahasiswa kepada dosennya dan dosennya wajib
memenuhi kebutuhan mahasiswa tersebut seperti memberi transferan ilmunya dan
ketika diajar mahasiswa juga harus menempatkan diri jangan ngobrol asyik
sendiri. Berbagai karakter dan sifat dosen untuk memberi bimbingan skripsi atau
mata kuliah kepada mahasiswanya sesungguhnya untuk kebaikan mahasiswa tersebut
agar membentuk karakter yang disiplin selain disiplin waktu juga disiplin dalam
ilmu.
Selain menjadi sosok yang menginspirasi dosen juga
harus bisa meluangkan beberapa menit sebelum atau
sesudah mengajar untuk memberikan motivasi itu. Akan lebih baik jika saat dosen melakukan transfer ilmu
kepada para mahasiswa, semua pengaplikasiannya merujuk pada sebuah relita bahwa
saat ini bangsa kita Indonesia membutuhkan para pemimpin yang benar-benar bisa
memimpin bangsa ini, bukan membutuhkan para pemimpi. Para pemimpi disini maksudnya adalah seorang yang
larut pada keinginan- keinginan semata tanpa sebuah kerja nyata, juga sebuah
mimpi yang nantinya hanya memberikan kepuasan diri semata, meninggikan egoisme
pribadi tanpa memikirkan bagaimana nasib seluruh masyarakat di negeri ini.