MAKALAH
HIPOTEK (HYPOTHEEK)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah
Satu Tugas Mata Kuliah
Hukum Jaminan
Dosen
Pengampu :
Abd Khair Wattimena, M.H
Penyusun:
1. Gresia Belgis Dian
Sari (1712143029)
2. Guntur Galih
Prayogo (1712143030)
3. Lutfi Uli
Anna (1712143042)
HUKUM
KELUARGA
FAKULTAS
SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
bahwa hanya dengan petunjuk dan hidayah-Nya penulisan makalah ini dapat
terselesaikan dan sampai di hadapan para pembaca yang berbahagia. Semoga
kiranya membawa manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan sumbangan yang
berarti bagi pendidikan pada masa sekarang dan yang akan datang.
Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa
kita ke dunia yang penuh dengan kedamaian.
Dengan terselesaikannya pembuatan
makalah ini penulis tidak lupa mengucapkanterima kasih kepada,
1.
Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag selaku ketua IAIN
Tulungagung.
2.
Abd Khair Wattimena, M.H. selaku dosen pembimbing.
3. Karyawan perpustakaan IAIN Tulungagung.
Sebagaimana pepetah menyatakan,
“Tiada gading yang tak retak”, maka penulisan makalah ini pun tentunya banyak
dijumpai kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan mengharap tegur sapa serta saran-saran penyempurnaan, agar
kekurangan dan kelemahan yang ada tidak sampai mengurangi nilai dan manfaat
bagi pengembangan studi Islam pada umumnya.
Tulungagung, 2 Maret 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................... ii
DAFTAR
ISI................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................... 1
A. Latar belakang
masalah……………………………………. 1
B. Rumusan masalah…………………………………………… 1
C. Tujuan
masalah.......……………………………………….... 1
BAB II
PEMBAHASAN................................................................. 2
A. Perumusan pengertian
dan ciri-ciri hipotek………………… 2
B. Sifat-sifat hipotek................................................................... 3
C. Objek hipotek…………………………………….................. 5
D. Subjek
hipotek……………………………………………… 6
E. Surat kuasa memasang
hipotek……………………………. 7
F. Akta
hipotek……………………………………………….. 8
G. Penghipotekan atas
kapal laut……………………………… 9
H. Penghipotekkan atas
pesawat udara……………………….. 13
BAB III
PENUTUP........................................................................... 17
Kesimpulan........................................................................................ 17
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................ 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Satu kreditur yang mempunyai kedudukan istemewa adalah kreditur
pemegang hipotik. Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162
sampai dengan pasal 1232. Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960
tentang Peraturan dasar pokok agrarian (UUPA) yang dimulai berlaku sejak
tanggal 24 September 1960 buku II KUH Perdata telah dicabut sepanjang mengenai
bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali
ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.
Hipotik itu sendiri artinya adalah suatu hak kebendaan atas suatu
benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari
(pendapatan penjualan ) benda itu. Dari paparan latar belakang masalah di atas
tentang hipotik, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai
hipotik ini dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan masalah
1.
Apa Pengertian Hipotek?
2.
Apa saja sifat-sifat Hipotek?
3.
Apa saja Objek dan Subjek Hipotek?
4.
Bagaimana surat kuasa memasang Hipotek?
5.
Bagaimana akta hipotek?
6.
Bagaimana Penghipotekan atas kapal laut?
7.
Bagaimana Penghipotekkan atas pesawat udara?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk Mengetahui Pengertian Hipotek
2.
Untuk mengetahui sifat-sifat Hipotek
3.
Untuk Mengetahui Objek dan Subjek Hipotek
4.
Untuk mengetahui surat kuasa memasang hipotek
5.
Untuk mengetahui akta hipotek
6.
Untuk mengetahui penghipotekan atas kapal laut
7.
Untuk mengetahui penghipotekan atas pesawat udara
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PERUMUSAN
PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI HIPOTEK
Perumusan pengertian
hipotek dinyatakan dalam pasal 1162 KUHPdt yang bunyinya : hipotek adalah suatu hak
kebendaan ata benda-benda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian
daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dengan demikian hipotek mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Hipotek merupakan suatu hak kebendaan
atas benda-benda yang tidak bergerak (benda tetap) : jadi benda jaminan hipotek
yang menjadi objek hipotek itu kebendaan yang tidak bergerak (benda tetap).
2.
Hipotek merupakan lembaga hak
jaminan untuk pelunasan utang (sejumlah uang) yang sebelumnya diperjanjikan
dalam suatu akta, karenanya pemegang hipotek tidak berhak untuk menguasai dan
memiliki kebendaan jaminan itu.
3.
Walaupun pemegang hipotek tidak
diperkenankan untuk menguasai dan memiliki kebendaan jaminan yang dihipotekkan
tersebut, namun diperkenankan untuk diperjanjikan untuk menjual atas kekuasaan
sendiri berdasarkan parate eksekusi kebendaan jaminannya jika debitur
wanprestasi.
4.
Memberikan kedudukan yang
diutamakan atau mendahulu kepada pemegang hipotek, baha debitur cedera janji,
kreditor (pemegang hipotek) berhak menjual kebendaan jaminan, dengan hak
mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain.
Kalau demikian
sama halnya dengan gadai, juga hipotek menurut sifatnya merupakan accessoir pada suatu piutang, Artinya
perjanjian jaminan kebendaan hipotek ini akan ada, apabila sebelumnya telah ada
perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang
piutang yang dijamin pelunasannya dengan kebendaan yang tidak bergerak.
Perjanjian utang piutang tersebut harus dituangkan atau ditetapkan dalam suatu akta. Jelalah, bahwa tujuan pembebanan
hipotek untuk memberikan kepastian hukum yang kuat bagi kreditor-kreditor (Pemegang
Hipotek) dengan menjamin pelunasan piutangnya dari kebendaan yang dihipotekkan,
jika debitur cedera janji. Dengan demikian, hipotek merupakan hak kebendaan
yang bersifat memberi jaminan bagi pelunasan utang tertentu yang timbul dari
hubungan hukum utang piutang sebagai perikatan pokoknya.[1]
B.
SIFAT-SIFAT
HIPOTEK
Sebagai hak
kebendaan yang memberi jaminan atas kebendaan tidak bergerak maka sifat-sifat
yang melekat pada hipotek itu, adalah :
1.
Sifat Accessoir dari Perjanjian
Hipotek
Kelahiran dan keberadaan hak hipotek ditentukan oleh adanya piutang
yang dijamin pelunasannya, dengan hapusnya utang yang dijamin pelunasannya maka
hak hipotek hapus karenannya.
2.
Hipotek Tidak Dapat Dibagi-bagi
Dengan adanya
sifat hipotek tidak dapat dibagi-bagi, maka hak hipotek membebani atau menindih
secara utuh atau keseluruhan kebendaan jaminan dan setiap bagian daripadanya.
Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya
sebagian kebendaan jaminan dari beban hak hipotek, melainkan hak hipotek itu
tetap membebani atau menindih secara keseluruhan atas benda jaminan untuk sisa
utang yang belum dilunasi.
3.
Hipotek Bersifat Mengikuti
Kebendaannya
Dalam pasal
1163 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan : Benda-benda itu tetap dibebani dengan
hak tersebut, di dalam tangannya siapapun ia berpindah. Dari ketentuan pasal
tersebut, sebagai konsekuensi dari hak kebendaan, maka hak hipotek itu tetap
mengikuti kebendaannya yang dijaminkan di dalam tangan siapapun kebendaan
jaminan itu berada atau dipindah. Walaupun kebendaan jaminannya sudah berpindah
tangan dan selanjutnya menjadi milik pihak atau orang lain, kreditor (pemegang
hipotek) masih tetap dapat menggunakan haknya untuk menuntut pelaksanaan
eksekusi guna mengambil pelunasan piutangnya, jika debitur wanprestasi.
4.
Ikatan Hipotek Harus Didaftarkan
Sebagai Pemenuhan Asas Publisitas
Bertalian dengan kewajiban untuk mendaftarkan ikatan hipotek dalam
suatu register umum yang diadakan untuk itu, ketentuan dalam pasal 1179 KUHPdt
menyatakan :
a)
Pembukuan segala ikatan hipotek
harus dilakukan dalam register-register umum yang diadakan untuk itu.
b)
Jika pembukuan yang demikian tidak
dilakukan, maka suatu hipotek tidaklah mempunyai sesuatu kekuatan apapun,
bahkan pula terhadap orang-orang yang berpiutang yang tidak mempunyai ikatan
hipotek.
5.
Hipotek Atas Benda Tertentu
(Mengandung Pertelaan (Asas Spesialitas))
Hipotek mengandung pertelaan (specialiteit), artinya hipotek hanya
dapat dibebani terhadap kebendaan yang ditunjuk secara khusus untuk itu, jadi
didalam akta hipotek disebutkan secara jelas dan terang, baik mengenai subjek
hipotek apalagi objek hipotek maupun utang yang dijamin. Dengan demikian, dari
kata-kata harus memuat suatu penyebutan khusus tentang benda yang dibebani,
begitu pula tentang sifat dan letaknya menandakan bahwa pengikatan hipotek
hanya dapat dilakukan atas benda-benda yang disebutkan atau ditunjuk secara
khusus, baik itu menyangkut bendanya, sifat bendanya, letak bendanya, ukuran
bendanya, dll.
6.
Hipotek Mengandung Pertingkatan
Sama halnya
dengan hak tanggungan, suatu objek hipotek dapat pula dibebankan dengan lebih
dari satu hipotekguna menjamin pelunasan lebih dari satu utang, sehingga terdapat
pemegang hipotek peringkat pertama, pemegang hipotek peringkat kedua, penmegang
hipotek peringkat ketiga dan seterusnya. Peringkat pemegang hipotek tersebut
diatur dalam pasal 1181 KUHPdt, yang menyatakan :
a)
Tingkatan orang-orang yang
berpiutang hipotek ditentukan menurut tanggal pembukuan mereka, dengan tidak
mengurangi kekecualian-kekecualian dalam kedua pasal berikut.
b)
Mereka yang dibukukan pada hari
yang sama, bersama-sama mempunyai suatu hipotek yang bertanggal sama, tidak
peduli pada jam mana pembukuan telah dilakukan, biarpun pembukuan itu dicatat
oleh pegawai penyimpan hipotek.
7.
Hak Hipotek Didahulukan
Sesuai dalam pasal 1134 ayat (2) KUHPdt , piutang atas gadai dan
hipotek lebih didahulukan atau tinggi dari privelege, yang eksitensinya diberikan
undang-undang, tidak didasarkan kehendak para pihak, sepanjang oleh
undang-undang tidak ditentukan lain. Dengan demikian, hipotek mengandung hak
untuk lebih didahulukan dalam pelunasan utang tertentu yang diambil dari hasil pendapatan
eksekusi benda yang menjadi objek hipotek. Pemegang hipotek didahulukan
dibanding dengan kreditor lain, akan tetapi jangan lupa ia didahulukan hanya
untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang tertentu yang
dihipotekkan saja. Apabila hasil penjualan benda jaminan tidak mencukupi untuk
melunasi piutangnya, maka untuk selebihnya ia tetap berhak menagih dari
debitur, tetapi hanya sebagai kreditor konkuren saja.
8.
Hipotek Atas Jumlah Uang Tertentu
Ketentuan
dalam pasal 1176 ayat (1) KUHPdt menyatakan : suatu hipotek hanyalah sah,
sekadar jumlah uang untuk mana ia telah diberikan adalah tentu dan ditetapkan
dalam akta. Dari bunyi pasal tersebut, jelas bahwa dalam akta hipotek harus
disebutkan secara pasti jumlah (jumlah tertentu) uang yang merupakan utang yang
dibebani dengan hipotek. Dengan kata lain dalam akta hipotek harus disebutkan
secara jelas dan tegas mengenai jumlah uang untuk mana (nilai penjaminan) yang
diberikan oleh pemberi hipotek, yang nantinya akan diikat sebagai jaminan utang
dengan hipotek.[2]
C.
OBJEK HIPOTEK
Ketentuan
dalam pasal 1164 KUHPdt, menyebutkan benda-benda yang dapat dibebani dengan
hipotek hanyalah :
1.
Benda-benda tidak bergerak yang
dapat dipindahtangankan, beserta segala perlengkapannya, sekadar yang terakhir
ini dianggap sebagai benda tidak bergerak.
2.
Hak memungut hasil atas benda-benda
tidak bergerak diatas beserta segala perlengkapnnya.
3.
Hak opstal atau hak numpang karang
dan hak erfpacht atau hak usaha.
4.
Bunga tanah, baik yang harus
dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah dalam
wujudnya.
5.
Bunga sepersepuluh.
6.
Pasar-pasar yang diakui oleh
pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya.
Selain itu di KUHPdt terdapat benda yang dalam
perspektif KUHPdt merupakan benda bergerak, berhubung dapat berpindah-pindah
atau dipindahkan, namun ketika benda itu hendak dibebankan sebagai jaminan
utang, maka pembebanannya dilakukan dengan hipotek yaitu terhadap kapal-kapal
yang ukuran volume kotornya paling sedikit 20m3 seagaimana
disebutkan dalam pasal 314 ayat (3) dan ayat (4) KUH dagang, yang bunyinya :
a.
atas kapal-kapal dibukukan dalam
regester kapal-kapal dalam pembukuan an andil-andil dalam kapal-kapal dan
kapal-kapal dalam pembuatan seperti itu dapatdiletakkan hipotek.
b.
Atas kapal-kapal yang disebutkan
dalam ayat kesatu, tidak dapat diletakkan hak gadai. Atas kapal-kapal yang
dibukukan.
D.
SUBJEK HIPOTEK
Subjek hipotek
yakni mereka yang membentuk perjanjian penjaminan hipotek, yang terdiri atas
pihak yang memberikan benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan pemberi
hipotek dan pihak yang menerima benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan
pemegang hipotek. Bertalian dengan subjek hipotek ini, ketentuan dalam pasal
1168 KUHPdt menetapkan bahwa : hipotek tidak dapat diletakkan selainnya oleh
siapa yang berkuasa memindahtangankan benda yang dibebani.
Jadi, hipotek hanya dapat diletakkan oleh
orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
kebendaan jaminan hipotek yang akan dihipotekkan tersebut. Dengan kata pemberi
hipotek haruslah mereka yang mempunyai kewenangan untuk memindah tangankan
terhadap benda yang akan dihipotekkan tersebut, baik terhadap debitur maupun
penjamin pihak ketiga.
Tindakan
memindah tangankan merupakan tindakan
pemilikan jadi untuk dapat meletakkan hipotek orang tersebut harus cakap untuk
bertindak dan mempunyai hak kewenangan mengambil tindakan pemilikan terhadap
benda jaminan tersebut, dalam mana termasuk tindakan membebani dapat dipandang
sebagai permulaan dari suatu tindakan pemindahtanganan atau pengoperan, karena
suatu pembebanan bisa berakhir dengan suatu pengoperan dalam hal kreditor
terpaksa menjual benda jaminan untuk mengambil pelunasan.
E.
SURAT KUASA
MEMASANG HIPOTEK
Dalam
kenyataannya tidak semua pihak yang berpiutang (kreditor) langsung memasang
hipotek atas kebendaan yang dijaminkan. Pada umumnya mereka hanya berbekal
memang surat kuasa memasang hipotek yang dibuat oleh pemberi hipotek, yang akan
dipergunakan pada waktu pihak yang berutang (debitur) dinilai telah cedera
janji. Jadi pemasangan hipoteknya akan dilakukan oleh pihak yang berpiutang
atas dasar kuasa memasang hipotek tersebut apabila terlihat adanya indikasi
pihak yang berpiutang cedera janji. Selama tidak ada indikasi pihak yang
berutang maka pihak yang berpiutang tidak akan memasang hipotek terhadap
kebendaan yang dijadikan jaminan utang oleh pihak yang berpiutang. Akhirnya
perbuatan yang demikian ini telah melembaga didalam praktik perkreditan
perbankan.
Bank kreditor
adakalanya tidak segera memasang hipotek atas benda jaminan, karena merasa
cukup aman hanya dengan memegang kuasa untuk memasang hipotek dari pemberi
jaminan. Pertimbangan-pertimbangan kreditor untuk tidak segera memasang hipotek
dari pemberi jaminan. Pertimbangan-pertimbangan kreditor untuk tidak segera
memasang hipotek bisa bermacam-macam, antara lain :
1)
Prosesnya, dari mulai
penandatanganan akta hipotek sampai selesainya pendaftaran memakan waktu,
keadaan yang demikian itu sudah tentu tidak cocok terutama untuk kredit jangka
pendek.
2)
Biayanya relatif lebih mahal
dibanding dengan pembuatan akta kuasa memasang hipotek, sehingga untuk kredit
berjumlah kecil akan dirasakan sangat memberatkan.
3)
Untuk nasabah-nasabah yang bonafide
yang sudah lama menjadi langganan baik dari bank, dirasakan tidak perlu untuk
segera memasang hipoteknya.
4)
Bank/kreditor sudah merasa cukup
aman dengan adanya kewenangan untuk sewaktu-waktu, atas nama pemberi hipotek
tanpa turut sertanya pemberi jaminan, pemasangan disini nantinya baru
benar-benar dilaksanakan, kalau kreditor bank melihat perubahan keadaan debitur
yang dianggap membahayakan.
Dengan
memiliki dan membuat surat kuasa memasang hipotek, maka kreditor mempunyai
beberapa keuntungan, yaitu :
1)
Kuasa memasang hipotek dapat dibuat
dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan membuat akta hipotek.
2)
Kuasa memasang hipotek dapat dibuat
dimana saja dalam wilayah indonesia sedangkan membuat akta hipotek hanya boleh
dibuat dikantor pejabat yang wilayah kerjanya meliputi kecamatan atau kabupaten
dalam mana benda jaminan yang akan dibebani hipotek itu berada.
3)
Denga kuasa memasang hipotek itu,
kreditor dapat saja tanpa bantuan pemilik benda jaminan memasang hipotek.
4)
Biaya untuk membuat kuasa memasang hipotek yang
minimal 1/4% dari jumlah rupiah pembebanan hipotek.
Pemberi
jaminan dengan cara memegang kuasa memasang hipotek juga mempunyai beberapa
kelemahan yang perlu diperhatikan, diantaranya :
1)
Kreditor selama belum ada
pemasangan hipotek hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren saja. Dalam
mengambil pelunasan atas hasil penjualan benda yang dijaminkan, ia harus
bersaing dengan kreditor lainnya.
2)
Dalam hal ada sita jaminan yang
diletakkan oleh kreditor yang lain, maka pemasangan hipotek tidak banyak
menolong lagi.[3]
F.
AKTA HIPOTEK
Akta hipotek
merupakan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris sebagai pejabat
umum, yang berisi pemberian hipotek kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk
pelunasan piutangnya. Isi akta hipotek memuat hal-hal yang bersifat wajib dan
hal-hal sebagai yang bersifat fakultatif. Adapun hal-hal yang bersifat
fakultatif tergantung kepada para pihak untuk menyebutkan atau tidak
menyebutkan didalam akta hipotek. Yakni berupa janji-janji yaitu :
a)
Janji untuk menjual atas kekuasaan
sendiri benda yang menjadi objek jaminan hipotek apabila debitur cedera janji.
b)
Janji yang membatasi kewenangan
pemberi hipotek untuk menyewakan benda yang menjadi objek jaminan hipotek.
c)
Janji yang diberikan oleh pemegang hipotek
pertama, bahwa benda yang menjadi objek jaminan hipotek tidak akan dibersihkan
dari hipotek.
d)
Janji bahwa pemegang hipotek akan
memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi
hipotek untuk pelunasan piutangnya, jika benda yang menjadi objek jaminan
hipotek yang diasuransikan.
Di dalam pasal
1178 ayat (1) KUHPdt, dalam Akta Hipotek dilarang untuk diperjanjikan secara
serta merta kreditor menjadi pemilik benda yang menjadi hipotek objek jaminan
hipotek karena debitur cedera janji. Apabila hal ini diperjanjikan klausul
demikian dianggap tidak pernah ada atau batal demi hukum.
G.
PENGHIPOTEKAN
ATAS KAPAL LAUT
1)
Pengertian Dan Batasan Kapal Dan
Kapal Laut
Secara yuridis
perumusan pengertian kapal disebutkan dalam ketentuan pasal 309 ayat (1) KUH
Dagang yang menyatakan :
“Kapal adalah semua perahu, dengan nama
apapun, dan dari macam apapun juga”.
Ketentuan dalam
pasal 1 peraturan pendaftaran kapal dan balik nama kapal (regeling van de
teboekstelling van schepen staasblad 1933 nomor 48 juncto menyatakan yang
diartikan dengan kapal yaitu :
“kapal adalah
sebuah kapal yang dimaksudkan dalam pasal 309 KUH Dagang, berukuran
sekurang-kurangnya 20m3”.
Berdasarkan
ketentuan dalam pasal 1 angka 2
dihubungkan dengan penjelasan atas pasal
1 angka 2 undang-undang nomor 21 tahun 1992, serta ketentuan dalam
pasal angka 36 dan dihubungkan dengan
penjelasan atas pasal 4 Undang-undang nomor 17 tahun 2008, maka yang dimaksud
kapal ialah :
a)
Kapal yang digerakkan oleh atau
dengan tenaga angin seperti kapal layar.
b)
Kapal yang digerakkan dengan tenaga
mekanik, yaitu kapal yang mempunyai alat penggerak mesin, seperti kapal motor,
kapal uap, termasuk kapal yang digerakkan dengan tenaga energi lainnya, seperti
kapal dengan matahari dan kapal nuklir.
c)
Kapal yang digerakkan dengan
ditunda yaitu kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain.
d)
Kendaraan dibawah permukaan air,
yaitu jenis kapal yang mampu bergerak dibawah permukaan air seperti kapal
selam.
Adapun
benda-benda yang merupakan alat perlengkapan dari kapal itu misalnya sebagai
berikut :
a)
Anjungan (bridge) yaitu bagian
kapal yang teratas, dimana nahkoda dan para mualim berada untuk mengatur
jalannya kapal.
b)
Lunas kapal, yaitu bagian kerangka
kapal yang terbawah sendiri, terbuat dari besi, dan kalau lunas itu dilepaskan
dari kerangka kapal, maka kapal itu rusak, sebab tidak mempunyai lunas.
c)
Haluan kapal yaitu bagian kapal
yang di muka sendiri dimana sendiri dimana sering diberi hiasan menurut
kesukaan pemilik kapal, kalau haluan kapal itu dibongkar, maka kapal menjadi
rusak.
d)
Buritan kapal yaitu bagian kapal
sebelah belakang sendiri dimana terletak alat kemudi dan lain-lain. Kalau
buritan kapal itu dibongkar maka kapal itu rusak.
Dalam
pasal 1 ayat (1) dan pasal 2 besluit
tentang surat-surat laut dan Pas-pas kapal ditetapkan mengenai siapa yang menjadi
subjek kapal indonesia, yaitu sebagai pemilik kapal laut indonesia tersebut,
yaitu :
a)
Warga negara Indonesia
b)
Paling sedikit 2/3 bagian dimiliki
oleh seorang warga negara Indonesia atau lebih dengan syarat bahwa pengurus
administrasi usaha kapal yang bersangkutan harus seorang warga negara Indonesia
dan berdomisili di Indonesia.
c)
Perkumpulan-perkumpulan atau
koperasi yang berbadan hukum Indonesia.
Adapun bentuk
surat tanda kebangsaan kapal indonesia tersebut sebagaimana diatur dalam ayat
(2) pasal 41 PP Nomor 51 Tahun 2002 yaitu :
a)
Surat laut untuk kapal-kapal yang
berlayar di perairan laut dengan tonase kotor 175 (GT.175) atau lebih.
b)
Pas tahunan untuk kapal-kapal yang
berlayar diperairan laut dengan tonase kotor 7 (GT.7) dan sampai dengan tonase kotor kurang
dari 175 (<GT.175).
c)
Pas kecil untuk kapal-kapal yang
berlayar diperairan laut dengan tonase kotor kurang dari 7 (<GT.7).
d)
Pas perairan daratan untuk
kapal-kapal yang berlayar diperairan daratan.
2)
Status Hukum Kebendaan Kapal Laut
Kapal yang
telah memperoleh nasionalitasnya atau kebangsaan negara tertentu, berhak untuk
menikmati hak khusus menurut hukum internasional, yaitu :
a)
Kapal tersebut berada dibawah
yuridiksi negara benda kapal dalam hal pengaturan administratif, yaitu perihal
kelaikan laut dan hukum pidana atas kejahatan awak kapal yang dilakukan di atas
kapal yang bersangkutan.
b)
Negara bendera kapal berkewajiban untuk
melaksanakan kewajiban internasional atas kapal yang membawa benderanya.
c)
Kapal yang bersangkutan memperoleh
keuntungan perlindungan dari negara bendera kapal yang diberikan pada warga
negaranya.
d)
Registrasi atau pendaftaran
dianggap sebagi bukti pemilikan walaupun diberbagai negara bukti itu tidak
mutlak. Keadaan semuanya menandakan adanya effective control dari negara
bendera kapal tersebut.
3)
Pengukuran, Pendaftaran, Dan
Penetapan Kebangsaan Kapal
Setiap kapal
yang akan dioperasikan wajib dilakukan pengukuran atas kapal yang bersangkutan
sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 155-157 Undang-undang Nomor 17 Tahun
2008, jadi pengukuran kapal yang dimaksud ada 3 metode yaitu :
a)
Pengukuran dalam negeri untuk kapal
yang berukuran panjang kurang dari 24 meter, metode pengukuran dalam negeri
adalah metode pengukuran yang ditetapkan pemerintah Indonesia yang diterapkan
pada kapal-kapal indonesia yang tidak tunduk pada ketentuan-ketentuan konvensi
internasional tentang pengukuran kapal.
b)
Pengukuran internasional untuk
kapal yang berukuran panjang 24 meter atau lebih, metode pengukuran
internasional adalah metode pengukuran yang ditetapkan pemerintah indonesia berdasarkan
konvensi internasional tentang pengukuran kapal.
c)
Pengukuran khusus untuk kapal yang
akan melalui terusan tertentu, metode pengukuran khusus dipergunakan untuk
pengukuran dan penentuan tonase kapal yang akan melewati terusan tertentu
antara lain metode pengukuran terusan suez dan metode pengukuran terusan
panama.
Kapal-kapal
yang telah diukur dan mendapat surat ukur dari indonesia tidak harus wajib
untuk didaftarkan di indonesia, ketentuan pasal 158 Undang-undang Nomor 17
Tahun 2008 menyatakan :
a)
Kapal yang telah diukur dan
mendapat surat ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada pejabat
pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang ditetapkan oleh Menteri.
b)
Kapal yang dapat didaftar di
Indonesia adalah :
·
Kapal dengan ukuran tonase kotor
sekurang-kurangnya GT 7
·
Kapal milik warga negara indonesia
atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.
·
Kapal milik badan hukum Indonesia yang
merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara
Indonesia.
·
Pendaftaran kapal dilakukan dengan
pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia.
·
Sebagai bukti kapal telah
terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang
berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar.
·
Pada kapal yang telah didaftar
wajib dipasang tanda pendaftaran.
Pendaftaran
hak milik atas kapal itu dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan
dicatat dalam daftar kapal indonesia, selain itu dikenal pula bukti hak milik
atas kapal, yang merupakan dokumen kepemilikan yang disampaikan oleh pemilik
kapal pada saat mendaftarkan kapal antara lain berupa :
a)
Bagi kapal bangunan baru
v Kontrak
pembangunan kapal
v Berita acara
serah terima kapal
v Surat
keterangan galangan
b)
Bagi kapal yang pernah didaftar di
negara lain
v Bill of sale
v Protocol of
delivery and accepance
Selanjutnya
pada kapal yang telah didaftar dalam kapal indonesia wajib dipasang tanda
pendaftarannya, yang berisikan rangkaian angka dan huruf yang terdiri dari
angka tahun pendaftaran, kode pengukuran dari tempat kapal didaftar, nomor urut
akta pendaftaran dan kode kategori kapal. Sesuai dengan ukuran kapal, maka
kapal yang telah terdaftar dalam daftar kapal Indonesia dan dipergunakan untuk
berlayar dilaut, akan diberikan surat tanda kebangsaan kapal indonesia, yang
dapat berupa bentuk Surat Laut, Pas Besar Dan Pas Kecil Serta Pas Sungai Dan
Danau.[4]
4)
Pembebanan Hipotek atas Kapal Laut
Sebelum
penjelasan atas pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 menyatakan
: “Dalam peraturan pemerintah diatur
antara lain mengenai syarat dan tata cara pembebanan hipotek, sedangkan
pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai ketetntuan
perundang-undangan yang berlaku.”
Berkenaan
dengan pembebanan hipotek atas kapal, ketentuan dalam Pasal 33 PP Nomor 51
Tahun 2002 menetapkan, bahwa pembebanan hipotek atas kapal harus dilakukan
dengan pembuatan akta hipotek atas pejabat pendaftar dan pencatat balik nama
kapal ditempat kapal terdaftar, yang dilengkapi dokumen-dokumen berupa :
a.
Grosse akta pendaftaran atau balik
nama kapal
b.
Perjanjian kredit
c.
Surat kuasa penghadap bila
diperlukan
H.
PENGHIPOTEKKAN
ATAS PESAWAT UDARA
1)
Status Hukum, Pendaftaran dan
Kebangsaan Pesawat Udara
Dalam bidang
hukum perdata, status hukum pesawat udara merupakan benda tidak bergerak. Hal
ini menyangkut aspek pemberian status menurut klasifikasi hukum perdata
khususnya tentang kebendaan yang masih dianut oleh mayoritas negara di dunia.
Dalam pasal 9 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 ditetapkan, bahwa pesawat udara
yang akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran
Indonesia. Tidak semua pesawat udara Indonesia wajib mempunyai tanda
pendaftaran Indonesia, terkecuali pesawat udara sipil yang didaftarkan di
negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan syarat dibawah ini :
a.
Dimiliki oleh warga negara
Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia
b.
Dimiliki oleh warga negara asing
atau badan hukum asing dan dioprasikan oleh warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal dua tahun secara terus
menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha atau bentuk
perjanjian lainnya
c.
Dimiliki oleh instansi pemerintah
d.
Dimiliki oleh lembaga tertentu yang
diizinkan oleh pemerintah
2)
Hipotek atas Pesawat Udara
Ketentuan
dalam pasal 12 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 menyatakan:
a.
Pesawat terbang dan helikopter yang
telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani
hipotek.
b.
Pembebanan hipotek pada pesawat
terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didaftarkan.
c.
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan yang
memungkinkan pesawat udara untuk bisa dibebani dengan jenis lembaga jaminan
lain di luar hipotek, secara yuridis formal dan juga mengikuti alur
konsistensi, sebenarnya tidak mungkin atau bahkan arti istilah dapat dibebani
hipotek pada pasal 12 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 lebih cenderung diberi
makna harus namun bukan bertendensi imperatif, sebaliknya hanya bernuansa
ekonomis, terutama dari sudut kepentingan penyandang dan atau pihak pemberi
fasilitas kredit, artinya, pesawat udara yang telah didaftar dan bernasiolitas
Indonesia, kalau dijadikan jaminan hanya bisa dibebani dengan hipotek saja
sadar dengan strategi kebutuhan ekonomi.
Terdapat
beberapa alasan yang dilazim turut dipertimbangkan oleh pihak penerima jaminan
kreditor pesawat udara, mengingat adanya risiko yang melekat udara sebagai
objek jaminan, yaitu :
1)
Berkurangnya nilai susut teknis
suatu pesawat udara, karena penggunaan yang terus menyebabkan harga pesawat
udara bergantung sekali pada perawatan dan perbaikan maintenance and repair
pesawat secara teratur.
2)
Pesawat sangat peka terhadap
berbagai bahaya dan kemungkinan terjadinya kecelekaan yang disebabkan oleh
suatu hal yang tidak ada kaitannya langsung dengan pesawat udara, seperti
akibat cuaca buruk, tindakan teroris, dll. Objek jaminan dapat musnah seketika
atau mengalami kerusakan berat, sehingga untuk menutup kerugian tersebut selalu
dibutuhkan penutupan polis asuransi yang yang tidak kecil jumlahnya.
3)
Suatu pesawat udara selalu
berpindah tempat terutama pesawat yang digunakan untuk pengangkutan
internasional, sehingga dapat menyulitkan pihak pemberi modal kreditor maupun
pemegang hak lainnya yang akan mengadakan eksekusi pesawat udara tersebut.
4)
Terbatas pasaran untuk
pesawat-pesawat udara bekas di negara yang bersangkutan.
5)
Belum diaturnya kewajiban
pendaftaran perdata recordation dari hak-hak kebendaan yang diletakkan pada
suatu pesawat udara diberbagai negara.
6)
Khususnya penjaminan suku cadang,
terutama engines atau motor polpusi pesawat udara, dapat menimbulkan
permasalahan sendiri. Antara lain kesulitan menjamin suku cadang dengan hak
jaminan yang sama yang telah diletakkan pada pesawat udara yang bersangkutan,
pengaturan penyimpanan suku cadang terpisah dari pesawat udara serta
pendaftaran perdata suku cadang.
Dalam pasal 11 Surat keputusan Menteri
perhubungan Nomor SK 13/S/1971 dinyatakan : untuk maksud pendaftaran pesawat,
pembelian pesawat secara sewa beli hire purchase dapat dianggap sebagai
pemilikan sah dan memenuhi syarat-syarat untuk pendaftaran dengan ketentuan
bahwa:
a.
Dalam kontrak sewa beli tersebut,
tidak terdapat kemungkinan untuk memiliki kembali pesawat tersebut oleh si
penjual secara langsung maupun tidak langsung.
b.
Sewa beli tersebut disertai jaminan
dalam bentuk morigage dari suatu bank atau perusahaan kredit yang bonafide
menurut pendapat Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
Terhadap
pencoretan hipotek atas kapal laut, ketentuan dalam pasal 26 Peraturan
Pendaftaran Kapal dan Balik Nama Kapal menetapkan sebagai berikut :
(1)
Hipotek dicoret oleh pegawai
pembatu atas permintaan tertulis dari yang berkepentingan dengan
diperlihatkannya oleh si pemohon grosse pengakuan utang dengan hipotek yang
telah diberi tanda lunas, atau surat keterangan dari si pemegang hipotek yang
menyetujui pencoretan itu.
(2)
Pencoretan hak kebendaan lainnya
dan jaminan dilakukan dengan cara yang sama atau diperlihatkan surat keterangan
dari yang berhak, yang menyatakan bahwa
hak itu telah gugur.
(3)
Pencoretan dilakukan pula apabila
sebagai pengganti surat-surat yang dimaksudkan dalam ayat 1 dan ayat 2
diperlihatkan surat keputusan hakim yang
mutlak yangmemeritahkan pencoretan.
(4)
Pegawai pembantu dalam segala hal
meminta penyerahan salinan surat-surat yang menjadi dasar pencoretan dan
penyimpanannya apabila surat itu akta autentik, maka pegawai pembantu meminta
salinan yang autentik pula.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Perumusan pengertian hipotek
dinyatakan dalam pasal 1162 KUHPdt yang
bunyinya : hipotek adalah suatu hak kebendaan ata benda-benda tidak bergerak,
untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Subjek
hipotek yakni mereka yang membentuk perjanjian penjaminan hipotek, yang terdiri
atas pihak yang memberikan benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan pemberi
hipotek dan pihak yang menerima benda jaminan hipotek, yang dinamakan dengan
pemegang hipotek. Bertalian dengan subjek hipotek ini, ketentuan dalam pasal
1168 KUHPdt menetapkan bahwa : hipotek tidak dapat diletakkan selainnya oleh
siapa yang berkuasa memindahtangankan benda yang dibebani. Dalam
kenyataannya tidak semua pihak yang berpiutang (kreditor) langsung memasang
hipotek atas kebendaan yang dijaminkan. Pada umumnya mereka hanya berbekal
memang surat kuasa memasang hipotek yang dibuat oleh pemberi hipotek, yang akan
dipergunakan pada waktu pihak yang berutang (debitur) dinilai telah cedera
janji. Akta hipotek merupakan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan
notaris sebagai pejabat umum, yang berisi pemberian hipotek kepada kreditor
tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Isi akta hipotek memuat
hal-hal yang bersifat wajib dan hal-hal sebagai yang bersifat fakultatif.
DAFTAR PUSTAKA
Usman, Rachmadi. 2008. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta. Sinar
Grafika.
Salim HS. 2014. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta. Cet. Ke-VIII. PT RajaGrafindo Persada.
Satrio. 2002. Hukum Jaminan dan Hak-Hak Jaminan Kebendaan. Bandumg. PT Citra
Aditya Bakti.
http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/04/hipotik.html.
Kamis, 02-03-2017. Pukul 07:44
[2]
J. Satrio. Hukum Jaminan
dan Hak-Hak Jaminan
Kebendaan. (Bandumg. PT Citra Aditya Bakti. 2002). hal. 98-103
[3]
Rachmadi
usman. Hukum Jaminan Keperdataan. (Jakarta: Sinar Grafika. 2008), hal.
267-269
[4]
Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan Di
Indonesia. (Jakarta: PT Raja Grafinda Persada. 2014).
hal. 126-129